BAB IV

I

nilah hari yang penting bagi tim basket SMA Negeri Musi Rawas. Hari ini adalah pertandingan perdana bagi tim itu untuk tingkat Provinsi. Beberapa kemenangan pada tingkat kabupaten/kota pernah mereka dapatkan, namun untuk kemenangan tingkat provinsi akan ditentukan pada turnament kali ini.

Semua anggota tim telah berkumpul diruang ganti untuk menentukan strategi yang akan mereka gunakan pada pertandingan itu. Andra yang terlambat datang digantikan oleh Rama yang merupakan wakil ketua tim basket putra. Berbagai taktik pertandingan dibahas serius oleh semuanya. Sifat playboy Rama tak pernah terlihat ketika ia tengah membahas tentang pertandingan basket. Hanya basketlah yang bisa membuat Rama terlihat serius.

Matahari yang kian condomg ke barat namun sinarnya tetaplah terik. Semua anggota tim tak lagi berada diruang ganti. Semuanya kini telah berkumpul dilapangan untuk mengadakan pemanasan. Namun hingga kini Andra masih belum datang. Rio berusaha menghubungi Andra, namun handphonenya tak dapat dihubungi.

“Kemenangan kita tidak ditentukan oleh datang atau tidaknya Andra. Kita semua adalah pemain, bukan penonton. Jadi, apapun yang terjadi, kita harus tetap bermain dan menang” Ucap Rama.

Kata-kata Rama sangatlah berarti untuk membangkitkan kepercayaan diri teman-temannya yang lain. Mereka yakin, dibawah komando Ramapun telah cukup untuk mengantarkan mereka memenangkan pertandngan. Berbagai kemenangan membuat mereka tak punya alasan untuk takut terhadap lawan mereka.

Lengkingan fluit wasit berbunyi memerintahkan semua pemain untuk segera berkumpul di tengah lapangan. Sorak sorai pendukung kedua tim memeriahkan pertandingan itu. Disalah satu bangku penonton Afiksi duduk menyaksikan pertandingan hari itu ditemani Widya dan Tiara. Widya dan Tiara yang juga anggota tim basket putri tak mau melewatkan pertandingan itu. Sepanjang pertandingan, merekalah yang paling semangat memberikan dukungan.

Quarter pertama berlangsung seru. Tim SMA Negeri Musi Rawas memimpin perolehan poin. Kini kedua tim tengah beristirahat. Dan saat itulah Andra datang. Terlihat warna biru menghiasi wajahnya. Dan sedikit noda darah mengotori pakaiannya.

“Apa yang terjadi denganmu, An?” Tanya Rama.

“Saat perjalanan ketempat ini, aku diserang oleh beberapa orang” Jelas Andra.

“Kau tahu siapa orang-orang itu? Tanya Rio.

“Sepertinya mereka suruhan dari SMA yang menjadi lawan kita saat ini. Aku mencurigainya karena sejak awal mereka sangat ingin mematahkan kakiku. untungnya teman-teman kita yang sedang menuju kesini untuk menonton pertandingan membantuku” Jelas Andra.

“Kita akan balas mereka” Timpal Rama.

“Tidak perlu, aku tidak apa-apa. Jika kita membalas, maka kita akan didisfikualifikasi. Kita balas mereka dengan cukup memenangkan pertandingan ini saja” Andra Menenangkan.

Dari kejauhan Afiksi melihat hal itu. Ia khawatir akan keselamatan Andra. Namun kekhawatiran itu hanya bisa dipendamnya. Karena ia tahu bahwa Andra bukanlah siapa-siapa baginya. Ia hanya bisa tertunduk berdoa semoga Andra tidak apa-apa.

Kini Andra telah ikut bermain. Meskipun dalam keadaan terluka tak mengurangi kehebatan Andra dalam bermain. Pertandingan berakhir dengan kemenangan bagi SMA Negeri Musi Rawas. Siswa-siswi yang menyaksikan pertandingan itu bersorak gembira. Sedangkan lawan mereka keluar lapangan dengan wajah tertunduk.

Di ruang ganti, mereka kembali membahas kejadian yang menimpa Andra. Namun, Andra kembali bisa menenangkan teman-temannya. Kepuasan memenangkan pertandingan hari itu sedikit mengobati luka yang dirasakan oleh Andra.

Afiksi berdiri tersandar didepan ruang ganti. sengaja ia menunggu disana untuk menemui Andra. Kekhawatirannya terhadap Andra masih belum hilang. Setidaknya ia hanya ingin melihat keadaan Andra dari dekat.

Andra keluar ruangan dengan handuk putih dilehernya. Dilihatnya Afiksi yang tengah memandang taman bunga. Perlahan ia dekati Afiksi dan menegurnya dengan lembut.

“Sedang apa kamu disini?” Tanya Andra.

“Apa kamu baik-baik saja? Aku lihat tadi kamu terluka.” Tanya Afiksi Gugup.

“Aku tidak apa-apa”Jawab Andra.

“Echm.. Aku pulang dulu” Kata Afiksi yang langsung pergi meninggalkan tempat itu.

“Afikis” Panggil Andra.

Afiksi sejenak berhenti tanpa membalikkan tubuhnya.

“Aku ingin mengatakan sesuatu padamu” Tambah Andra.

Afiksi berbalik dan memberikan senyumannya kemudian langsung pergi tanpa mengucapkan sesuatupun. Entah apa makna senyum Afiksi itu. Andrapun pulang dengan perasaan yang cukup lega. Karena hari ini ia telah memenangkan dan juga karena ia berhasil berbicara empat mata dengan Afiksi untuk pertama kalinya. Ya, meskipun mereka telah lama berada dalam satu sekolah bahkan satu kelas, namun tak sekalipun mereka bertegur sapa dan berbincang seperti tadi.

Esok paginya, Andra dan Afiksi tak sengaja bertemu di perpustakaan. Andra tak lagi merasa canggung berbicara pada Afiksi. Dengan sifat pemalunya, Afiksi menanggapi pembicaraan itu.

“Maaf, kemarin aku langsung pergi meninggalkanmu” Kata Afiksi.

“Tidak apa-apa. Tapi kenapa kau disana sendirian kemarin?” Tanya Andra.

“Aku hanya ingin mengucapkan selamat atas kemenagan kalian” Jawab Afiksi sambil tertunduk.

“Kemarin kau ingin mengatakan sesuatu?” Lanjut Afiksi.

“Aku ingin menjelaskan tentang.........” Kata Andra

Treeeeeeeeeeeetttttttttt........Treeeeeeeeeeeeeeettttttttt.....

Pembicaraan itu tiba-tiba terputus oleh lengkingan bunyi bel masuk.

“Bel masuk sudah berbunyi. Aku kekelas duluan ya” Kata Afiksi.

Afiksi berdiri dan langsung meninggalkan tempat itu. Sepertinya ia sudah tahu apa yang akan dibicarakan oleh Andra. Ia terlihat sengaja menghindari pembicaraan itu.

Detak jantung Andra yang keras masih terdengar. Ia sangat gugup untuk menjelaskan tentang surat itu pada Afiksi. Ia takut Afiksi akan berfikir buruk tentang dirinya.

Andra berdiri untuk meninggalkan perpustakaan itu. Saat ia berjalan keluar ruangan itu, handphonenya berbunyi. dibukanya sms dari nomor yang baru masuk dihandphonenya itu.

Aku undang kamu makan malam...

Aku tunggu jam 7 dirumahku..

Afiksi..

Isi sms itu sontak membuat Andra gugup. Diulangnya berkali-kali membaca sms itu untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa sms itu benar-benar dari Afiksi untuknya.

Kemudian ia meneruskan langkahnya menuju ruang kelas. Siswa dan siswi lainnya telah berada didalam kelas. Memasuki ruang kelas pandangan Andra tertuju pada tempat duduk paling belakang yang menjadi singgasana bagi Afiksi. Afiksi tersenyum kemudian tertunduk malu seolah menandakan isi sms itu benar-benar darinya. Andrapun membalas senyuman itu untuk meyakinkan bahwa ia pasti datang memenuhi undangan itu. Andra melangkahkan kaki menuju tempat duduknya.

Sepulang sekolah, Andra dan tim basketnya kembali melanjutkan pertandingan. Namun Andra tak dapat bermain baik sore itu. Justru Rama yang banyak mencetak poin sehingga menghantarkan timnya kembali memenangkan pertandingan.

“Ada apa denganmu, An?” Tanya Rama.

“Entahlah, aku sulit berkonsentrasi” Jawab andra.

“Saat dilapangan, lupakan semua masalah pribadi, An. Yang ada hanyalah memasukkan bola ke dalam ring” Rama menasehati.

Andra terus memikirkan undangan makan malam dari Afiksi. Ia bingung harus bersikap bagaimana nanti malam. Apa yang harus dikatakannya. Apa yang ingin dibahas oleh Afiksi malam nanti. Dan hal yang cukup penting adalah dia belum tahu dimana rumah Afiksi.

“Rama, kau tahu rumah Afiksi?” Tanya Andra.

“Ya aku tahu. Ada perlu apa?” Kata Rama.

“Aku hanya ingin tahu saja. Tolong kau tuliskan di hp ku ini” Kata Andra.

Kini Andra telah mendapatkan alamat rumah Afiksi. Lalu bagaimana kelanjutan hubungan mereka? Akankah malam ini akan menjadi awal jalinan hubungan Andra dan Afiksi. Dan bagaimanakah Andra akan menjelaskan tentang surat itu pada Afiksi?

Tunggu ya kelanjutannya....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed by Animart Powered by Blogger