BAB V

K

ini siang telah berganti malam. Terik matahari berganti hangatnya rembulan. Sinar terang berganti kelam. Mekar bunga menjadi layu.

Raungan sepeda motor Andra memecah kesunyian. Hingga suara itu terhenti seiring sampainya ia di depan pagar warna merah sebuah rumah megah. Sejenak ia berfikir apakah benar ini rumah yang ia tuju. Rumah yang telah mengundangnya makan malam. Dalam lamunannya ia terkejut saat suara lantang seorang pria berbadan tegap memanggilnya yang ternyata adalah satpam penjaga rumah itu.

“Kamu mau cari siapa?” Tanya satpam itu.

“Echm..itu..s.s.saya ingin bertemu dengan Afiksi” Jawabnya gugup.

“Och. Nona Afiksi sudah menunggu dilantai dua. Silahkan masuk” Kata satpam itu lagi.

Andra masuk dan memarkirkan sepeda motor kesayangannya didekat pos satpam. Ia berjalan melihat suasana sekelilingnya. Ia tetap berfikir benarkah Afiksi tinggal di rumah semegah ini. Afiksi yang ia kenal di sekolah adalah seorang yang sederhana, penampilannya memang rapi dan menarik tapi sedikitpun tak menunjukkan kemewahannya, bahkan sikapnya yang mau berteman dengan siapa saja benar-benar tak menunjukkan sikap seorang hartawan yang biasanya sedikit sombong.

Ia berjalan menaiki tangga marmer putih yang cemerlang itu. Bahkan ia bisa melihat wajahnya yang terlihat gugup tercermin dilantai itu. Di antara tangga itu berdiri sepasang guci keramik besar. Dan sebuah televisi layar datar besar terpajang diruang tamu itu dengan berbagai lukisan abstrak yang menghiasi sekeliling dinding ruangan itu. Namun satu hal yang ia merasa aneh. Di rumah sebesar dan semegah itu tapi tak ada seorangpun yang ia temui selain satpam yang bertugas menjaga gerbang rumah tadi.

Kini ia sampai di lantai kedua. Disana telah menunggu seorang wanita dengan gaun putih yang tengah berdiri didekat jendela melihat indahnya bintang yang bertabur malam itu. Sejenak Andra berhenti menatap wanita cantik itu sambil memuji kecantikannya malam itu.

“Selamat malam, Afiksi. Maaf jika aku terlambat.” Tegurnya lembut.

“Selamat malam, Andra. Kamu datang lebih awal. Sekarang baru jam 18.55, lima menit lebih awal dari perjanjian kita” Kata Afiksi membalikkan tubuhnya.

“Aku berusaha agar kau tidak kecewa” Kata Afiksi.

Keduanya duduk di sebuah meja makan yang tak cukup besar. Di meja bundar itu telah terhidang berbagai makanan yang terlihat masih hangat dan beberapa minuman yang tidak terlalu dingin. Suasana malam yang dingin dihangatkan oleh lilin yang tersusun rapi malam itu.

“Afiksi, aku ingin menjelaskan padamu tentang surat itu” Kata Andra.

“Tentang itu aku sudah tahu. Rama sudah menjelaskannya padaku” Kata Afiksi.

“Aku minta maaf sudah membuatmu...........” Kata Andra.

“Kau tidak salah apa-apa” Potong Afiksi.

“Surat itu memang bukan dariku, tapi isi surat itu cukup mewakili perasaanku” Kata Andra.

Keduanya tertegun. Andra tak menyangka mampu mengatakan hal itu di hadapan Afiksi. Sedangkan Afiksi sedikit tersipu mendengar kata-kata Andra. Kemudian keduanya mulai menyantap makan malam yang telah dihidangkan.

“Afiksi, aku tidak melihat orang lain dirumah ini selain kau dan satpam didepan rumahmu itu” Kata Andra.

“Ayahku sudah meninggal sejak aku berusia 5 tahun. Untuk mencukupi keperluan kami, Ibuku bekerja siang malam. Meski aku rasa semuanya ini lebih dari cukup. Namun ibu tetap tak mau berhenti bekerja. Ia pulang satu bulan sekali pun sudah cukup bagus. Aku tahu Ibu sangat sayang padaku. Untuk itu ia bekerja tanpa kenal lelah untukku” Cerita Afiksi.

“Apakah kau merasa sedih dengan semua ini?” Tanya Andra.

“Aku sudah tidak lagi mengetahui arti kesedihan. Selama satu tahun sejak Ayahku meninggal, setiap hari aku menangis diruang kerja ayahku. Dan ibuku hampir bunuh diri akibat melihat tingkahku yang tak mau berhenti menangis. Sejak saat itu aku memutuskan untuk tidak akan menangis lagi demi ibuku” Jelas Afiksi.

“Aku tak menyangka bahwa kehidupan Afiksi tak seindah taman bunga di halaman rumahnya. Ternyata ini apa yang dikatakan oleh Rama” Ucap Andra dalam hatinya.

Keduanya menyudahi makan malam mereka. Andra beranjak menuju Afiksi yang juga telah berdiri didekat jendela. Dirangkulnya tubuh Afiksi, memberikan sedikit ketenangan bagi Afiski. Afiksipun menyambut pelukan penuh kehangatan itu. Keduanya berdansa diiringi lagu klasik yang menemani mereka sejak Andra datang kerumah itu.

Detik-detik jam mengantarkan mereka pada kian larutnya malam itu. Kecupan manis dari bibir tipis Afiksi mendarat pada bibir Andra. keduanya larut dalam kemesraan malam itu. Alunan musik yang mendayu tak bisa menyadarkan mereka pada apa yang sedang mereka perbuat. Perlahan Andra lepaskan ikatan tali pengikat pinggang pada gaun Afiksi. Lalu diturunkannya gaun yang dikenakan oleh Afiksi hingga terjatuh ke lantai. Terlihat jelaslah tubuh seksi Afiksi yang hanya terbalut dua helai pakaian tipis. Afiksi seolah tak berdaya dengan apa yang dilakukan oleh Andra. Ia terlalu hanyut dengan kecupan mesra Andra yang telah menggerayangi sekitar lehernya.

Hingga akhirnya Afiksi menarik Andra menuju sebuah sofa mewah diruangan itu. Perlahan helaian kain tipis yang menyelimuti tubuh Afiksipun mulai dilepaskannya. Namun tiba-tiba Andra terkejut dan langsung berdiri dari sofa itu. Ia baru tersadar dengan apa yang tengah mereka perbuat. Tak seharusnya mereka melakukan hal itu. Selain usia mereka yang masih terlalu mudah, tentu saja alasan bahwa mereka bukanlah muhrim mengharamkan mereka untuk melakukan hubungan yang lebih intim tersebut.

“Afiksi, aku minta maaf padamu. Tak seharusnya aku lakukan ini padamu” Kata Andra penuh penyesalan.

“Benar, tak seharusnya kita melakukan hal ini. Kita terlalu terhanyut oleh suasana, sehingga kita tak menyadari apa yang telah kita lakukan” Kata Afiski.

Kini Afiksi kembali mengenakan pakaiannya yang telah terjauth ke lantai setelah sempat dilepaskan oleh Andra. Dalam hatinya ia bergumam bahwa ternyata Andra memang berbeda dengan laki-laki lainnya. Jika laki-laki lain tentu tak akan pernah melewatkan hal ini, baik dalam keadaan sadar maupun tidak sadar. Sedangkan Andra dalam posisi puncakpun ia mampu tersadar terhadap apa yang ia perbuat.

“Afiksi, sebaiknya aku pulang saja. Aku tak ingin hal yang lebih buruk terjadi” ucap Andra.

Afiksipun hanya mengangguk setuju. Ia pun tak mau awal keakraban keduanya ternodai oleh hal yang tidak diharapkan. Dentingan jam sebanyak sebelas kali mengantarkan langkah Andra menuju kendaraanya yang terparkir didekat taman bunga. Suara deru mesin kendaraan beriring senyum mengakhiri pertemuan mereka malam itu. Andra segera memacu kendaraannya keluar dari gerbang rumah megah itu. Lima puluh meter dari rumah itu, dilintasinya sebuah mobil yang terparkir tanpa seorangpun didalamnya. Namun Andra tak menaruh curiga pada mobil itu. Ia tetap saja memacu kendaraannya dengan beberapa pemikiran menggelayut diotaknya. Rasa sesal, takut, dan bingung menghantui perasaanya.

Dari mobil kijang warna hitam itu, terlihat seorang pria duduk di bangku kemudi. Pria yang ternyata adalah Rama sengaja bersembunyi ketika Andra melintasi tempat itu. Ternyata Rama telah berada ditempat itu sejak Andra datang kerumah Afiksi. Dari tempat itu ia dapat melihat melalui kejauhan ruangan pesta makan malam di rumah Afiksi. Meski samar-samar ia terus mengintai aktifitas kedua insan itu.

Raut penyesalan dan kekesalan terpancar diwajahnya. Seorang laki-laki datang kerumah wanita, dan jam sebelas malam baru keluar. Pemikiran-pemikiran itulah yang kini menghampirinya. Sedikitnya ia dapat mengira apa yang dilakukan oleh kedua teman dekatnya itu. Bahkan beberapa adegan dansa dan kemesraan mereka dapat ia lihat secara samar-samar dari tempatnya. Namun ia sengaja tak mencegah ataupun menghampiri keduanya. Ia berharap agar kedua temannya mampu menyadari perbuatan mereka.

“Andra, semoga kau tak membuat air mata Afiksi kembali mengalir” Ucap Rama pelan dengan setetes airmata menetes membasahi jok mobilnya.

Meski ia dicap sebagai seorang playboy sekolah, namun ia sangat menghormati harga diri wanita. Ditambah lagi, ia telah mengetahui semua hal tentang Afiksi. Hal yang membuat ia sangat bersimpati, hal yang membuat ia merasa iba, hal yang membuat ia bertekad untuk menjaga Afiksi hingga ia tak mampu lagi melakukannya.

Sebuah masalah besar mengintai Andra dan Afiksi. Meski kesucian Afiksi tak sempat terambil oleh Andra, namun kejadian itu tentulah mempunyai pengaruh terhadap hubungan mereka dihari-hari berikutnya. Akankah kejadian itu mempu mengeratkan keakraban diantara keduanya. Ataukah Andra yang memiliki sikap bertanggung jawab justru meninggalkan Afiksi?

Usai sekolah, Andra dan Afiksi bertemu di depan gerbang sekolah. Mereka tak lagi terlihat canggung berjalan bersama. Teman-temannya pun berpikir positif terhadap kedekatan mereka berdua. Karena merekapun mengharapkan kedekatan Andra dan Afiksi sedari dulu. Rama yang pulang bersama Indah hanya melontarkan senyum ketika berpapasan dengan Andra dan Afiksi.

Hari itu adalah semi final pertandingan basket. Andra kembali harus datang terlambat, karena dia harus menjemput Afiksi terlebih dahulu. Namun keterlambatan bahkan ketidakhadiran Andra tak hanya disebabkan karena ia menjemput Afiksi. Dua buah motor terus mengikuti kendaraan Andra sejak ia menjemput Afiksi. Hingga akhirnya kendaraan itu menabrak kendaraan Andra. Andra dan Afiksipun terjatuh dan menderita luka yang cukup parah.

Rama dan kawan-kawan segera menuju kerumah sakit. Meski seharusnya mereka menghadiri acara pemberian penghargaan juara turnamen, namun hal itu tidak mereka hadiri setelah mengetahui kecelakaan menimpa Afiksi dan Andra.

Sesampai dirumah sakit, semuanya terlihat panik didepan ruang ICU. Mereka semua hanya bisa berdoa semoga Andra dan Afiksi bisa selamat dari kecelakaan itu. Kehisterisan semakin menjadi ketika dokter keluar dari ruang ICU.

“Benturan keras di kepala Afiksi mengakibatkannya mengalami kebutaan” jelas Dokter.

“Lalu bagaimana dengan Andra?” tanya Rio.

“Maafkan kami, Andra tidak bisa kami selamatkan” Tambah Dokter.

Semua yang ada disana terperanjat. Bibir mereka bergetar namun tak dapat mengucapkan satu katapun. Beberapa wanita yang hadir disana hanya bisa menangisi kepergian teman terbaiknya itu.

Bersambung........................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed by Animart Powered by Blogger