BAB III

S

iang itu hari cukup cerah untuk sedikit melakukan refreshing. Andra, Nopri, Rio, Rama dan beberapa temannya yang tergabung dalam tim basket hari itu memutuskan untuk pergi ke Wisata Air Terjun. Di sana mereka bisa membuat diri mereka relaks sebelum menghadapi pertandingan basket antar sekolah yang akan berlangsung dua hari lagi. Suasana yang sejuk, merdunya suara air terjun, dan sayup-sayup terdengar kicauan burung ditengah-tengah sawah dengan padi yang menguning membuat mereka merasa enjoy berada disana.

Semuanya segera melepaskan tas yang mereka bawa dan langsung menuju kebawah air terjun. Nopri dan beberapa orang lainnya memutuskan untuk berfoto-foto di dekat air terjun. Sedangkan Rio dan tiga orang lainnya lebih memilih berkenalan dengan beberapa wanita yang kebetulan juga tengah berada disana. Namun berbeda dengan Rama dan Andra, disaat teman-temannya menikmati segarnya udara dari alam yang hijau, mereka justru terlibat pembicaraan yang cukup penting.

“Andra, aku mau bicara sesuatu denganmu” ajak Rama.

“Bicara tentang apa? Sepertinya serius sekali” Jawab Andra.

“Aku mau bahas tentang hubunganmu dengan Afiksi” Terang Rama.

“Ada apa antara aku dengan Afiksi?” Andra bingung.

“Jangan pura-pura tidak tahu. Aku dengar diam-diam kau sedang mendekati Afiksi. Dan aku juga tahu kau pernah mengirimkan surat teAku ingin minta konfirmasi darimu langsung”

“Aku tidak perlu mengkonfirmasi apapun. Karena aku memang tidak melakukan apapun terhadap Afiksi. Dan tentang surat itu, aku tidak mengerti apapun” Terang Andra.

“Andra, aku ingin kau tahu satu hal. Aku sangat mengagumi Afiksi, bukan hanya karena dia cantik. Tapi aku juga kagum tentang kepribadian dan latar belakangnya. Sejak dia pertama kali aku bertemu dia aku langsung mencari tahu siapa dia sebenarnya. Jadi, jika kau berani mempermainkannya, kau akan berhadapan denganku” Ancam Rama.

“Lalu bagaimana dengan Nita?” Tanya Andra.

“Aku mencintai Nita. Tapi aku tetap memiliki ruang khusus di hatiku untuk Afiksi. Nita adalah Nyawaku dan Afiksi adalah hidupku”

Suasana sekitar begitu dingin oleh percikan air, namun tidak bagi kedua laki-laki itu. Disaat teman-teman mereka yang lain bercanda ria bermain dengan jernihnya air, namun Andra dan Rama terlibat pembicaraan yang panas. Diam-diam Rama mengikuti Afiksi pulang kerumahnya. Bukan untuk berbuat hal yang diluar kewajaran, namun hanya untuk mengetahui bagaimana kehidupan Afiksi diluar jam sekolah. Karena memang sikap pendiam Afiksi membuat siswa-siswi belum ada yang mengetahui latar belakang Afiksi selain Tiara, Widya, dan Rama.

Hari beranjak sore, Andra dan teman-temannya bersiap untuk pulang. Mereka merasakan kepuasan tersendiri pada hari itu. Meski Wisata itu berada di kota tempat tinggal mereka, namun saat berkumpul bersama seperti hari itu memang hal yang jarang mereka lakukan.

“Andra, ingatlah kata-kataku tadi” Ucap Rama.

Andra hanya tersenyum berusaha meyakinkan Rama. Kemudian Rama segera memacu Tiger merahnya meninggalkan teman-temannya yang masih sibuk mengeluarkan sepeda motor dari parkiran.

“Andra, malam ini aku dan Rio menginap di rumah kamu ya” kata Nopri.

“Boleh, tapi malam ini kamu yang beli makanan ya” Jawab Andra berusaha menghangatkan suasana.

“Beres, kan Rio baru gajian” Tambah Nopri.

“Loh, kenapa aku yang jadi tumbal” Elak Rio.

“Hayolah, kapan lagi mau traktir kami?” Bujuk Nopri.

“Ya sudah, baiklah” Kata Rio.

Cahaya jingga matahari senja kian menghitam. Suara gemuruh mesin kendaraan lama-kelamaan meredam seiring memekiknya suara Adzan. Andra, Nopri dan Rio telah sampai di rumah. Sejenak mereka menyiapkan diri untuk melaksanakan ibadah shalat maghrib. Meskipun, masih muda dan sedikit terpengaruh perkembangan zaman, mereka tetap menjalankan ibadah yang menjadi kewajiban mereka sebagai seorang muslim. Bagi mereka, ibadah tak hanya sekedar ritual kerohanian semata. Namun juga berdampak pada psikologis dan psikis mereka.

“Andra, aku lihat tadi kau berbicara hal yang penting dengan Rama” Tanya Rio.

“Iya benar, kami yakin yang kalian bicarakan bukan tentang tak-tik yang akan kita gunakan pada pertandingan nanti” Tambah Nopri.

“Rama tadi menanyakan tentang kedekatanku dengan Afiksi. Ia mengira aku diam-diam mendekati Afiksi. Tapi yang membuat aku bingung adalah tentang surat yang dikatakan oleh Rama. Padahal aku tak pernah mengirim surat pada Afiksi” Jelas Andra.

“Oh, jadi Afiksi sudah membaca surat itu” Kata Rio.

“Bagaimana kalian bisa mengetahui tentang surat itu? Atau jangan-jangan...” Andra bingung.

“Sebelumnya kami mohon maaf padamu. Memang kami yang mengirimkan surat itu pada Afiksi” Kata Nopri.

“Wah! Kalian benar-benar kelewatan. Aku gak ngerti apa tujuan kalian melakukan itu. Yang pasti karena ulah kalian itu, sekarang aku jadi menghadapi masalah yang sulit” Andra terlihat marah.

“An, kita bersahabat sudah lama. Sejak kau putus dari Fitria, kau terlihat putus asa dengan cinta. Kami juga tahu, waktu kau melihat Afiksi wajahnya membuatmu teringat dengan Fitria” Nopri menenangkan.

“Tapi, tetap saja bukan begitu caranya. Ditambah lagi kalian tidak memberitahuku sebelumnya” Kata Andra.

“Awalnya kami hanya iseng saja memberikan surat itu pada Afiksi. Kami tidak mengira bahwa Afiksi akan bereaksi positif terhadap surat itu” Kata Rio.

“Kamu gak bisa terus-terusan menyalahkan dirimu, An. Afiksi juga suka sama kamu. Kami yakin Afiksi akan bisa mengobati hatimu yang luka setelah meninggalnya Fitria” Tambah Nopri.

“Ku akui dia memang sangat mirip dengan Fitria. Tapi tak ada yang bisa menggantikan posisinya dihatiku” Kata Andra.

Malam kian larut. Suara kendaraan yang melintasi rumah pagar hijau itupun tak lagi terdengar. Suara burung hantu yang sedikit membuat bulu kuduk berdiri menemani malam yang dingin itu. Nopri dan Rio pun tertidur setelah perbincangan mereka malam itu berakhir. Sedangakan Andra kini tengah sibuk membuka Blognya di internet. Dinginya malam itu tak mampu untuk menutup matanya, apalagi untuk membuat pikirannya bebas dari kata-kata Rama siang tadi.

Di Blog itulah Andra tumpahkan semua hal tentangnya, tentang kisah cintanya, tentang persahabatannya, termasuk juga tentang Fitria. Tertulis disana bahwa Fitria adalah teman Andra sejak kecil dan menjadi kekasih pertamanya pada saat keduanya masuk SMA. Namun, hari itupun tiba. Hari dimana keduanya tengah berada di salah satu Bank daerah. Kemudian datang sekelompok perampok bersenjata yang menggunakan Fitria sebagai sandera. Perampok itu memang berhasil ditangkap. Namun, Fitria yang mengalami luka tusuk akibat melakukan perlawanan terhadap perampok itu, meninggal karena kehabisan darah.

Andra mengalami pukulan yang sangat berat sejak kejadian itu. Satu bulan ia tidak bersekolah karena stres. Ia mengaggap bahwa meninggalnya Fitria adalah kesalahannya. Seandainya saja ia tidak mengajak Fitria pada hari itu, tentu kejadian itu tidak akan terjadi. Namun sahabat-sahabatnya, Nopri dan Rio yang selalu memberikan semangat padanya juga keluarga Fitria yang tak pernah menyalahkannya atas kejadian itu.

Dan kini, datanglah Afiksi yang hari kedatangannya adalah tepat satu tahun meninggalnya Fitria. Wajah Afiksi, senyumnya, keramahannya, sinar matanya bahkan suara lembutnya benar-benar mengingatkan Andra pada Fitria. Namun semua itu tetap disimpannya dalam hati. Ia tak mengungkapkannya karena ia tak ingin mengenang kembali kisah pahitnya itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed by Animart Powered by Blogger