Bahasa merupakan media untuk menyampaikan pesan atau informasi dari satu
individu kepada individu lain atau lebih. baik itu secara lisan maupun tulisan.
Pernyataan tersebut sangat benar dan sudah menjadi aksioma. Satu orang pun
tidak ada yang akan membantah dengan pernyataan tersebut. Dalam kehidupan
sehari-hari hampir semua aktifitas kita menggunakan bahasa, baik menggunakan
bahasa lisan, bahasa tulisan maupun bahasa tubuh. Bahkan saat tidur pun
terkadang kita tanpa sadar menggunakan bahasa.
Sebuah bangsa pasti memiliki bahasa, walaupun ada beberapa bangsa yang
meminjam bahasa dari bangsa lain. Kita sebagai masyarakat bangsa Indonesia
sangat beruntung memiliki bahasa Indonesia, walaupun sebenarnya bahasa
Indonesia berakar dari bahasa Melayu Riau. Akan tetapi, sekarang bahasa
Indonesia adalah bahasa Indonesia, dan bahasa Melayu adalah bahasa Melayu, dua
bahasa yang serumpun tapi tidak sama. Bahasa Indonesia berkembang dengan
sendirnya sesuai dengan aturannya, dan bahasa Melayu berdiri sendiri menuju
perkembangannya.
Melihat kondisi pemakai bahasa Indonesia sekarang, sepertinya cape deh jika harus menggunakan bahasa
Indonesia yang berkelit dan selalu berpedoman kepada yang baik dan benar.
“Yang penting apa yang ingin kita sampaikan
orang mengerti dan paham, mau pake bahasa campur aduk kek, saya mau pake bahasa
Indonesia campur bahasa Inggris kek,campur lagi dengan bahasa daerah kek, toh
yang baca juga paham. Cape deh, please dong jangan diperbesar masalah-masalah
kecil kayaki gini”.
Benar dan pantaskah bila kita sebagai pemilik bahasa Indonesia berasumsi
demikian? Masyarakat Indonesia pada umumnya dwibahasawan. Akan tetapi, bukan
berarti kita bisa seenaknya mencampuradukkan bahasa Indonesia dengan bahasa
lain tanpa mengindahkan aturan dan kaidah yang ada. Bersikap positiflah
terhadap bahasa Indonesia, karena bahasa yang kita gunakan menunjukkan
kepribadian kita sebagai bangsa Indonesia. Jepang dan Prancis adalah contoh
negara yang sangat taat dan menghargai bahasanya sendiri.
Sejarah mencatat bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu-Riau,
salah satu bahasa daerah yang berada di wilayah Sumatera. Bahasa Melayu-Riau
inilah yang diangkat oleh para pemuda pada "Konggres Pemoeda", 28
Oktober 1928, di Solo, menjadi bahasa Indonesia. Pengangkatan dan penamaan
bahasa Melayu-Riau menjadi bahasa Indonesia oleh para pemuda pada saat itu
lebih "bersifat politis" daripada "bersifat linguistis".
Tujuannya ialah ingin mempersatukan para pemuda Indonesia, alih-alih disebut
bangsa Indonesia. Ketika itu, yang mengikuti "Kongres Pemoeda" adalah
wakil-wakil pemuda Indonesia dari Jong Java, Jong Sunda, Jong Batak, Jong
Ambon, dan Jong Selebes. Jadi, secara linguistis, yang dinamakan bahasa
Indonesia saat itu sebenarnya adalah bahasa Melayu. Ciri-ciri kebahasaannya
tidak berbeda dengan bahasa Melayu. Namun, untuk mewujudkan rasa persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia, para pemuda Indonesia pada saat itu "secara
politis" menyebutkan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia. Nama bahasa
Indonesialah yang dianggap bisa memancarkan inspirasi dan semangat
nasionalisme, bukan nama bahasa Melayu yang berbau kedaerahan.
Ikrar yang dikenal dengan nama "Soempah Pemoeda" ini butir ketiga
berbunyi "Kami poetera-poeteri Indonesia, mendjoendjoeng tinggi bahasa
persatoean, bahasa Indonesia" (Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung
tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia). Ikrar yang diperingati setiap tahun
oleh bangsa Indonesia ini juga memperlihatkan betapa pentingnya bahasa bagi
suatu bangsa. Bahasa sebagai alat komunikasi yang paling efektif, mutlak
diperlukan setiap bangsa. Tanpa bahasa, bangsa tidak akan mungkin dapat
berkembang, bangsa tidak mungkin dpat menggambarkan dan menunjukkan dirinya
secara utuh dalam dunia pergaulan dengan bangsa lain. Akibatnya, bangsa itu
akhirnya akan lenyap ditelan masa. Jadi, bahasa menunjukkan identitas bangsa.
Bahasa, sebagai bagian kebudayaan dapat menunjukkan tinggi rendahnya kebudayaan
bangsa. Bahasa akan menggambarkan sudah sampai seberapa jauh kemajuan yang telah
dicapai suatu bangsa. Ikarar berupa "Soempah Pemoeda" inilah yang
menjadi dasar yang kokoh bagi kedududkan dan fungsi bahasa Indonesia bagi
bangsa Indonesia. Bahkan, pada perjalanan selanjutnya, bahasa Indonesia tidak
lagi sebagai bahasa persatuan, tetapi juga berkembang sebagai bahasa negara,
bahasa resmi, dan bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).
Berkaca pada hal itu, tentunya bahasa Indonesia menjadi kebanggaan besar
bagi bangsa ini. Dengan bahasa Indonesia, ribuan suku bangsa dapat bersatu di
bawah panji-panji merah putih. Dengan bahasa Indonesia pula, bangsa ini dapat
menunjukkan jati dirinya dimata dunia. Dan bukan mustahil di hari esok bahasa
Indonesia akan menjadi bahasa peradaban dunia.
Namun melihat paradigma yang ada
saat ini, rasanya sangat sulit untuk mewujudkan hal itu. Karena kian berkembang
dan pesatnya kemajuan bahasa Indonesia pasca merdekanya Indonesia dari
cengkraman penjajah, tetap menyisakan serangkai pertanyaan apakah setiap bangsa
Indonesia sudah bangga berbahasa Indonesia, apakah setiap bangsa Indonesia
sudah mencintai dan menghormati bahasa Indonesia, kemudian adakah pemakai
bahasa Indonesia sudah mematuhi kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang benar.
Selain pertanyaan itu yang harus dijawab masing-masing orang yang menganggap, mengaku dan menjadikan dirinya sebagai bagian dari bangsa Indonesia, saat ini muncul berbagai fenomena negatif
ditengah-tengah masyarakat Indonesia yang menambah keprihatinan terhadap
perkembangan bahasa Indonesia itu sendiri.
Fenomena yang pertama adalah banyak orang Indonesia memperlihatkan dengan
bangga kemahirannya menggunakan bahasa Inggris, walaupun mereka tidak menguasai
dengan baik bahasa Indonesia. Meskipun sama-sama kita ketahui bahwa saat ini
bahasa Inggris telah menjadi bahasa global, namun hal itu bukanlah menjadi
alasan untuk tidak menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi sehari-hari.
Bahkan, jika kita bertemu dengan turis asing dan mencoba untuk menyapanya, akan
sangat besar kemungkinan ia akan menjawab dengan bahasa Indonesia atau bahkan
bahasa Daerah Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa asingpun sangat
bangga terhadap bahasa Indonesia. Menjadi sangat aneh jika kita sebagai bangsa
Indonesia tidak merasa bangga dengan bahasa persatuan tersebut.
Yang kedua adalah banyaknya orang Indonesia yang merasa malu apabila tidak
menguasai bahasa asing (Inggris) tetapi tidak malu apabila tidak menguasai
bahasa Indonesia. Pada kalangan remaja saat ini yang begitu mengadopsi
pergaulan ala barat, rasanya akan begitu dikucilkan jika tidak bias berbahasa
Inggris. Remaja yang menggunakan bahasa Indonesia dalam kesehariannya justru
dianggap kuper (baca : kurang pergaulan).
Berikutnya adalah banyaknya orang Indonesia yang mengaggap remeh bahasa
Indonesia dan tidak mau mempelajarinya karena merasa telah menguasai bahasa
Indonesia dengan baik. Hal yang lebih menyedihkan lagi adalah seringkali orang
merasa lebih pandai jika menguasai bahasa asing (Inggris) dengan fasih,
walaupun penguasaan bahasa Indonesianya kurang sempurna. Hal ini berbeda dengan
pernyataan beberapa teman-teman Saya yang kuliah pada jurusan Pendidikan Bahasa
Indonesia yang menyatakan bahwa pelajaran bahasa Indonesia jauh lebih sulit
daripada bahasa asing.
Kenyataan-kenyataan tersebut merupakan sikap pemakai bahasa Indonesia yang negatif
dan tidak baik. hal itu akan berdampak negative pula pada perkembangan bahasa
Indonesia . sebagai pemakai bahasa Indonesia menjadi pesimis, menganggap
rendah, dan tidak percaya kemampuan bahasa Indonesia dalam mengungkapkan
perasaanya dengan lengkap, jelas dan sempurna. Akibat lebih lanjut yang timbul
dari kenyataan-kenyataan tersebut adalah rusaknya tata bahasa Indonesia.
Contoh yang pertama adalah penggunaan kata-kata, istilah-istilah dan ungkapan-ungkapan
asing, padahal kata-kata, istilah-istilah dan ungkapan-ungkapan itu sudah ada
padanannya dalam bahasa Indonesia, bahkan sudah umum dalam bahasa Indonesia.
Misalnya page untuk menyatakan halaman buku, airport untuk menyebutkan Bandar
Udara, alternatif untuk menyatakan pilihan (kemungkinan) dan banyak lagi
kata-kata, istilah-istilah dan ungkapan-ungkapan lainnya.
Sifat bahasa Indonesia memang berkembang mengikuti perkembangan zaman.
Bahasa Indonesia mampu menerima kata-kata, istilah-istilah dan
ungkapan-ungkapan baru. Namun hal itu sejauh kata-kata, istilah-istilah dan
ungkapan-ungkapan baru itu tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia atau
jika padanannya itu memiliki rasa yang berbeda dengan kata-kata,
istilah-istilah dan ungkapan-ungkapan awalnya seperti ungkapan salam dalam
bahasa arab (baca : asalamu’alaikum).
Contoh yang kedua, banyak orang
Indonesia menghargai bahasa asing secara berlebihan sehingga ditemukan kata dan
istilah asing yang “amat asing”. Hal ini terjadi karena salah pengertian dalam
menerapkan kata-kata asing tersebut, misalnya rokh ayng seharusnya roh,
(dianggap) syah yang seharusnya sah, tekhnik yang seharusnya teknik, dan masih
banyak kata-kata lainnya.
Berikutnya adalah banyaknya orang Indonesia belajar dan menguasai bahasa
asing dengan baik, tetapi tidak menguasai bahasa Indonesia dengan cukup baik.
terkait dengan hal itu, banyak orang Indonesia yang mempunyai bermacam kamus
bahasa asing namun tidak memiliki satu pun kamus bahasa Indonesia. Akibatnya,
ketika pemakai bahasa mengalami kesulitan menjelaskan atau menerapkan kata-kata
yang sesuai dalam bahasa Indonesia, mereka akan mencampuradukkan bahasa
Indonesia dengan bahasa asing yang tentunya tidak sesuai dengan aturan tata
bahasa Indonesia.
Kenyataan-kenyataan dan akibat-akibat tersebut kalau tidak diperbaiki akan
berakibat perkembangan bahasa Indonesia terhambat. Sebagai warga negara
Indonesia yang baik, sepantasnyalah bahasa Indonesia itu dicintai dan dijaga.
Bahasa Indonesia harus dibina dan dikembangkan dengan baik karena bahasa
Indonesia itu merupakan salah satu identitas atau jati diri bangsa Indonesia.
Setiap orang Indonesia patutlah bersikap positif terhadap bahasa Indonesia,
janganlah menganggap remeh dan bersikap negatif. Setiap orang Indonesia
mestilah berusaha agar selalu cermat dan teratur menggunakan bahasa Indonesia.
Sebagai warga negara Indonesia yang baik, mestilah dikembangkan budaya malu
apabila meraka tidak memperguanakn bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Anggapan bahwa penggunaan bahasa Indonesia yang dipenuhi oleh kata, istilah,
dan ungkapan asing merupakan bahasa Indonesia yang "canggih" adalah
anggapan yang keliru. Begitu juga, penggunaan kalimat yang berpanjang-panjang
dan berbelit-belit, sudah tentu memperlihatkan kekacauan cara berpikir orang
yang menggunakan kalimat itu. Apabila seseorang menggunakan bahasa dengan
kacau-balau, sudah tentu hal itu menggambarkan jalan pikiran yang kacau-balau
pula. Sebaliknya, apabila seseorang menggunakan bahasa dengan teratur, jelas,
dan bersistem, cara berpikir orang itu teratur dan jelas pula. Oleh sebab itu,
sudah seharusnyalah setiap orang Indonesia menggunakan bahasa Indonesia yang
teratur, jelas, bersistem, dan benar agar jalan pikiran orang Indonesia
(sebagai pemilik bahasa Indonesia) juga teratur dan mudah dipahami orang lain.
Menurut penulis, hal yang cukup berpengaruh dalam rusaknya tata bahasa
Indonesia itu salah satunya adalah teknologi. Teknologi yang memiliki cakupan
luas dipandang dari jumlah penggunanya, memiliki peranan besar dalam menyampaikan
tata bahasa Indonesia yang baik dan benar. Iklan-iklan di televisi yang dikemas
dengan kata-kata asing dan bahasa-bahasa gaul menjadikannya menarik dan mudah
diingat oleh konsumennya. Namun dampak dari hal itu adalah penggunaan kata-kata
yang tidak masuk dalam tata bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam
kehidupan sehari.
Maka tak heran jika saat ini seringkali kita mendengar bahasa-bahasa baru
yang digunakan oleh remaja-remaja dalam kesehariannya. Bahasa yang sering
disebut dengan “bahasa lebay” ini dapat memberikan citra buruk bagi bahasa
Indonesia. Setidaknya hal itu akan membuat generasi muda penerus bangsa
melupakan tata bahasa Indonesia yang baik dan benar serta melupakan sejarah
betapa beratnya proses menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan
bahasa kenegaraan bumi pertiwi.
Tanggung jawab terhadap perkembangan bahasa Indonesia terletak di tangan
pemakai bahasa Indonesia sendiri. Baik buruknya, maju mundurnya, dan tertatur
kacaunya bahasa Indonesia merupakan tanggung jawab setiap orang yang mengaku
sebagai warga negara Indonesia yang baik. Setiap warga negara Indonesia harus
bersama-sama berperan serta dalam membina dan mengembangkan bahasa Indonesia
itu ke arah yang positif. Usaha-usaha ini, antara lain dengan meningkatkan
kedisiplinan berbahasa Indonesia pada era globalisasi ini, yang sangat ketat
dengan persaingan di segala sektor kehidupan. Maju bahasa, majulah bangsa.
Kacau bahasa, kacaulah pulalah bangsa. Keadaan ini harus disadari benar oleh
setiap warga negara Indonesia sehingga rasa tanggung jawab terhadap pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia akan tumbuh dengan subur di sanubari setiap
pemakai bahasa Indonesia. Rasa cinta terhadap bahasa Indonesia pun akan
bertambah besar dan bertambah mendalam. Sudah barang tentu, ini semuanya
merupakan harapan bersama, harapan setiap orang yang mengaku berbangsa
Indonesia.
Dalam era globalisasi ini, jati diri bahasa Indonesia merupakan ciri bangsa
Indonesia yang perlu terus dipertahankan. Pergaulan antarbangsa memerlukan alat
komunikasi yang sederhana, mudah dipahami, dan mampu menyampaikan pikiran yang
lengkap. Oleh karena itu, bahasa Indonesia harus terus dibina dan dikembangkan
sedemikian rupa sehingga menjadi kebanggaan bagi bangsa Indonesia dalam pergaulan
antarbangsa pada era globalisasi ini. Apabila kebanggaan berbahasa Indonesia
dengan jati diri yang ada tidak tertanam di sanubari setiap bangsa Indonesia,
bahasa Indonesia akan mati dan ditinggalkan pemakainya karena adanya kekacauan
dalam pengungkapan pikiran. Akibatnya bangsa Indonesia akan kehilangan salah
satu jati dirinya. Kalau sudah demikian, bangsa Indonesia "akan
ditelan" oleh bangsa lain yang selalu melaksanakan tugas dan pekerjaannya
dengan menggunakan bahasa yang teratur dan berdisiplin tinggi. Sudah barang
tentu, hal seperti harus dapat dihindarkan pada era globalisasi ini. Apalagi,
keadaan seperti ini bukan merupakan keinginan bangsa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar