BAB X

A

fiksi masih terpaku. Ia tak tahu harus berbuat apa. Sepucuk surat ditangannya tergenggam kuat menyebabkan sampul surat itu sedikit rusak.

Sejenak kemudian Afiksi pulang kerumahnnya. Namun air mata yang biasanya menetes karena kepergian seseorang, tak mengalir di pipinya. Yang ia rasa saat itu hanya rasa sedih karena tak dapat mendapatkan konfirmasi langsung dari Gara.

Sesampai dirumah, barulah dibukanya surat itu. Dengan cara seksama dibacanya surat bertinta hitam itu.

Dear Afiksi

Aku tahu kau akan mencariku. Namun aku tak bisa menemuimu. Untuk saat ini, juga selamanya.

Tetesan airmataku di kertas ini mungkin telah mengering saat kau membaca surat ini. Tetesan airmata itu adalah tetesan airmata kekecewaan dan kebahagiaan.

Dahulu kau pernah berjanji kau akan membalas semua pengorbananku dengan cara menjadi pendampingku. Sejenak aku gembira mendengar kata-kata indahmu. Namun kau tak menepati janji itu hanya karena aku bukan dia dan aku dalam keadaan buta. Aku sangat kecewa atas semua itu.

Namun aku tetap tersenyum dalam kesendirian dan kebutaan ini. Karena meskipun aku jauh, namun bagian dari tubuhku akan tetap dan selalu bersamamu. Akupun berbahagia karena kau kembali bisa melihat indahnya dunia dengan mata pemberianku.

Kini Afiksi benar-benar tersentak. Ia baru mengetahui siapa yang sebenarnya mendonorkan mata padanya. Namun orang yang sangat berjasa itu pun kini telah meninggalkannya. Dan Afiksi hanya mampu terduduk menangis.

Dalam tangisnya ia tetap berpikir bagaimana caranya untuk bisa menemui Gara. Dan Ia teringat pada Rama yang selalu mengetahui detil tentang kehidupannya. Ia berharap Rama bisa memberikan jawaban keberadaan Gara. Maka dengan segera Ia menuju ke rumah Rama.

“Rama, Kau tahu dimana Gara?” Tanya Afiksi.

Rama yang terkejut dengan kedatangan Afiski tiba-tiba masih kebingungan dan tak harus menjawab apa.

“Bukankah Gara berada di Rumah Sakit” Jawab Rama.

“Dia telah pergi dari rumah sakit, dan dia hanya meninggalkan surat ini” Ucap Afiksi dalam sambil menangis.

“Lalu mengapa kau tak menceritakan padaku bahwa dialah yang telah mendonorkan mata ini?” Sambung Afiksi Lagi..

“Maafkan aku Afiksi. Aku telah berjanji pada Gara untuk tak menceritakan hal ini pada dirimu. Dan tentang kepergian Gara aku benar-benar tak mengetahuinya” Jelas Rama.

Afiksi tersandar pada sofa coklat bermotif bunga. Air matanya kembali menetes. Ramapun hanya terdiam berdiri di hadapan Afiksi. Rama tak tahu harus berbuat apa. Tatapan matanya masuk ke dalam mata Afiksi, seolah ia begitu merasakan kesedihan terdalam dari Afiksi. Sedikit ia merasakan penyesalan atas apa yang telah ia lakukan. Ia tak tahu apakah yang dilakukannya benar atau salah.

*********

Akhir dari sebuah kisah cinta hanya akan mengakibatkan dua hal yang akan terjadi pada saat bersamaan. Kebahagiaan dan kesedihan. Dua insan yang menang akan bahagia, namun disaat yang sama orang yang ditinggalkan karena kekalahan akan merasakan kesedihan.

Begitupun dengan Afiksi dan teman-temannya. Setelah kejadian itu Afiksi tak lagi menemukan pria yang bisa mengobati luka di hatinya. Ia tak ingin mengalami rasa sakit kehilangan orang yang ia sayangi untuk ketiga kalinya.

Pada beberapa Tahun kemudian Afiksi bukan lagi sebagai sosok anak remaja tujuh belasan. Kini ia menjelma sebagai sosok seorang pemimpin perusahaan. Namun begitu, wajah cantik Afiksi tak luntur dibawa umur. Senyum manisnya tetap merekah di antara anak buahnya. Sikap ramahnya tak berganti kesombongan meski jabatan tinggi tergenggam ditangannya.

Sementara itu Rama dan Nita telah membangun sebuah rumah tangga yang bahagia. Mengantar seorang anak laki-laki berumur lima tahun ke sekolah menjadi aktifitas Rama di tiap paginya.

Rio telah berhasil menggapai cita-citanya menjadi seorang Pilot. Begitupun Nopri yang berambisi menjadi seorang Polisi.

“Mama Afiksi..........” teriak seorang anak.

Afiksi menoleh dan menyambut kedatangan anak laki-laki itu dengan senyuman yang penuh kerinduan.

“Hei.. Andra apa kabar? Mama traktir kamu es krim, apa kau suka?” Tanya Afiksi pada anak itu.

“Suka sekali” Jawab anak itu dengan gembiranya.

Ya, anak itu bernama Andra. Putra tampan pasangan Rama dan Nita. Nama itu adalah pemberian dari Afiksi. Anak itulah yang selama ini menemani Afiksi dalam kesendiriannya. Anak itulah yang menjadi kekasihnya saat ini, yang menghiasi malamnya yang kelam. Menghangatkan tidurnya yang dingin. Anak itu sama berharganya dengan Andra ataupun Gara meski keduanya sulit untuk tergantikan di hati Afiski. Karena hal itulah hingga kini Afiksi tetap setia dalam kesendirian disaat teman-teman dekatnya telah melangsungkan pernikahan.

Afiksi, Rama, Nita dan Andra kecil duduk di taman sambil menikmati es krim di tangan.

“Afiksi, apakah kau tak terpikirkan untuk menikah?” Tanya Rama.

“Ku tak punya alasan untuk menikah” Jawab Afiksi.

“Tapi Afiksi, kau perlu seorang pendamping hidup yang bisa membahagiakanmu” Timpal Nita.

“Kalian semua adalah pendamping hidupku. Aku lebih bahagia melihat cinta yang nyata pada diri kalian semua dari pada menikmati cinta yang tak terlihat pada diriku sendiri. Ditambah lagi aku punya teman kecilku ini yang selalu memberikan senyum terbaiknya untukku” Kata Afiksi.

“Kami tak selalu berada di sisimu, Afiksi. Dan tak selamanya pula Andra kecil bisa membuatmu tersenyum” Ucap Rama.

“Aku tak ingin melakukan kesalahan yang sama untuk ketiga kalinya dan kehilangan orang yang kusayang untuk ketiga kalinya pula. Aku terlalu takut untuk jatuh. Karena ku tahu bahwa yang namanya jatuh selalu menyakitkan. Begitu pula jatuh cinta. Aku ingin tetap berdiri tegak seperti ini” Terang Afiksi.

“Kami berjanji tak akan pernah meninggalkanmu sendiri Afiksi” Ucap Tiara yang tiba-tiba datang dari belakang bersama Widya, Rio dan Nopri.

“Angin apa yang membawa kalian semua datang kemari?” Tanya Afiksi yang seolah bingung atas kehadiran mereka semua.

“Ibu Direktur, kau terlalu sibuk hingga lupa dengan hari ulang tahunmu sendiri” Ucap Widya.

“Seperti Tahun-tahun yang lalu, kami semua hadir disini untuk merayakannya” Tambah Rio.

Rona kegembiraan begitu terpancar diwajah Afiksi. Meski dalam kesibukan, teman-temannya tetap hadir membawakan kebahagiaan pada setiap hari ulang tahunnya.

Ia begitu menikmati kebahagiaan itu. Meski tak ada kekasih disampingnya, namun sahabat-sahabatnya melebihi saudara baginya. Sahabatnya tak selalu hadir dalam tiap suka maupun duka, namun sahabat-sahabatnya hadir mengubah duka menjadi suka. Mengganti kesedihan menjadi kegembiraan.

Afiksi meninggal dunia pada usia 35 tahun. Usia yang masih sangat muda untuk wanita seperti Afiksi. Ketika ia meninggal, hanya dokter pribadinya yang mengetahui penyebab yang sebenarnya.

Sebelum meninggal, Afiksi berpesan kepada teman-temannya.

“Jika suatu saat aku meninggalkan kalian semua. Aku tak ingin setetespun air mata jatuh dari mata kalian. Selama bersama kalian tak pernah sekalipun kalian memberikan airmata padaku, kalian selalu memberikan senyuman padaku. Dan aku ingin hal itu selalu kalian lakukan hingga aku pergi” Ucap Afiksi lirih.

Satu bulan setelah pesan itu disampaikan, Afiksi pergi meninggalkan sahabat-sahabatnya untuk selamannya. Sesuai pesan itu, tak setetespun airmata jatuh di hari pemakaman Afiksi. Teman-teman Afiksi pun menyadari beban kehidupan berat yang ditanggung oleh Afiksi. Mereka berpikir setidaknya Afiksi bisa beristirahat dengan tenang setelah lelah menghadapi kehidupan yang begitu rumit.

“Selamat jalan Afiksi. Wanita terindah, senyummu terukir dihati kami”

***************

Itulah kisah dari seorang gadis cantik bernama Afiksi. Sekilas terlihat bahwa karena cinta kebahagiaan hanya hadir sesaat dalam hidup manusia. Namun jika kita mampu menatap cinta yang sebenarnya, begitu banyak cinta disekitar kita yang selalu memberikan kebahabagiaan.

Cinta pada kekasih hanyalah cinta tak terlihat yang akan menjadikan buta terhadap apa yang tengah dan akan terjadi. Dan cinta yang terpatri dalam bentuk persahabatanlah yang menjadi cinta yang nyata. Yang akan menjadikan penikmatnya hidup dan mengerti tentang apa yang telah, tengah dan akan terjadi.

* * * *T * A * M * A * T* * * *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed by Animart Powered by Blogger