DAMPAK POSITIF MEROKOK
2. Menghindarkan dari perbuatan jahat karena tidak pernah ditemui orang yang membunuh, mencuri dan berkelahi sambil merokok.
3. Mengurangi resiko kematian: Dalam berita tidak pernah ditemui orang yang meninggal dalam posisi merokok.
4. Berbuat amal kebaikan: Kalau ada orang yang mau pinjam korek api paling tidak sudah siap / tidak mengecewakan orang yang ingin meminjam.
5. Baik untuk basa-basi / keakraban: Kalau ketemu orang misalnya di Halte CJDW kita bisa tawarkan rokok. Kalau basa-basinya tawarkan uang kan nggak lucu.
6. Memberikan lapangan kerja bagi buruh rokok, dokter, pedagang asongan dan perusahaan obat batuk.
7. Bisa untuk alasan untuk tambah gaji karena ada post untuk rokok dan resiko baju berlubang kena api rokok.
8. Bisa menambah suasana pedesaan / nature bagi ruangan ber AC dengan asapnya:) sehingga se-olah² berkabut.
9. Menghilangkan bau wangi²an ruang bagi yang alergi bau parfum.
10. Kalau mobil mogok karena busi ngadat tidak ada api, maka sudah siap api.
11. Membantu program KB dan mengurangi penyelewengan karena konon katanya merokok bisa menyebabkan impoten.
12. Melatih kesabaran dan menambah semangat pantang menyerah karena bagi pemula merokok itu tidak mudah, batuk² dan tersedak tapi tetap diteruskan (bagi yang lulus).
13. Untuk indikator kesehatan: Biasanya orang yang sakit pasti dilarang dulu merokok. Jadi yang merokok itu pasti orang sehat.
14. Menambah kenikmatan: Sore hari minum kopi dan makan pisang goreng sungguh nikmat. Apalagi ditambah merokok!
15. Tanda kalau hari sudah pagi, kita pasti mendengar ayam merokok.
16. Anti maling, waktu perokok batuk berat di malam hari.
17. Membantu shooting film keji, rokok digunakan penjahat buat nyundut jagoan yang terikat dikursi… Ha³ penderitaan itu pedih jendral…!!!
18. Film Koboy pasti lebih gaya kalau merokok sambil naik kuda, soalnya kalau sambil ngupil susah betul.
19. Teman boker yang setia.
20. Bahan inspirasi dan pendukung membuat Tugas Akhir, sehingga seharusnya dicantumkan terima kasih untuk rokok pada kata sambutan… Gile kali yeee.
Cerpen
SIAPA ITU
DI ATAS JEMBATAN
Matahari bersinar redup sore itu. Bunga-bunga yang hanya sedikit mendapatkan sinar sang surya tertunduk layu. Hanya burung-burung kecil saja yang menari riang beterbangan menangkap ikan-ikan kecil.
Aku berjalan menuju tempat wisata didekat rumahku. Meski menjadi objek wisata, namun tak banyak orang yang berkunjung. Rendahnya keinginan pihak berwenang untuk mengindahkan lingkungan tersebut menjadi alasan klasik para wisatawan.
Ditempat itu biasanya aku menghabiskan waktuku dengan renungan-renunganku. Tak jarang juga tempat itu menjadi sumber inspirasiku dalam menulis. Bahkan aku menjadikan sebuah bangku berukurang 2 x 1 meter di bawah pohon besar sebagai base campku. Letaknya yang menghadap kearah air terjun dan dikelilingi beberapa bunga yang bermekaran indah ketika musim hujan membuatku benar-benar merasa nyaman berada ditempat itu berjam-jam.
Di sore itu aku bermaksud mengerjakan tugas di base camp ku itu. Rumah kost ku yang berada dilingkungan ramai membuatku sulit untuk berkonsentrasi. Jika berada di base camp, setidaknya aku bias mengerjakan tugas dengan tenang ditemani burung-burung yang berkicau riang.
Ditengah kesibukanku mengerjakan tugas, mataku terusik oleh sosok seorang pria yang berdiri termangu di jembatan di atas air terjun.
“sejak aku datang, pria itu tak bergerak satu inch pun dari tempat ia berdiri. Apa yang sedang dilakukan pria itu” setidaknya begitu pikirku.
Aku mencoba untuk tetap berkonsentrasi dengan pekerjaanku, namun kehadiran pria itu benar-benar mengganggu pikiranku. Tak biasanya ada orang yang betah berada ditempat itu selain Aku. Tatapan pria itu yang hanya tertuju pada satu tempat saja membuat ku bertambah bingung. Sebagai orang yang baru ditempat itu, seharusnya matanya berkelana menikmati pemandangan yang memang cukup indah di sekitar tempat itu, bukannya hanya tarpaku disatu tempat saja.
Waktu berlalu, tugas yang dibebankan padaku berhasil aku selesaikan. Namun ketika aku melihat kearah pria itu, ternyata ia sudah tak ada lagi.
“Mungkin ia kecewa dengan tempat ini dan akhirnya memutuskan pergi dan tak akan kembali lagi Akhirnya rekorku sebagai manusia paling betah berada ditempat itu tak terpecahkan” gumamku sambil tersenyum.
Sore berikutnya, aku kembali ketempat itu meskipun tak ada tugas atau keinginan untuk menulis karya puisi. Aku sekedar ingin menghabiskan waktu luang ku dengan memandangi kupu-kupu yang hinggap di atas bunga mekar yang selalu kurawat.
Dari kejauhan mataku kembali tertuju pada sosok yang berdiri di atas jembatan merah itu. Tak sesuai perkiraanku kemarin, ternyata pria itu kembali datang. Berusaha tak memperdulikannya, aku segera menyeberang melintasi jembatan itu. Ketika berjalan dibelakangnya, sedikit aku mencuri pandang menatap kearahnya. Meski tertutup rambut lurusnya yang cukup panjang, sedikit dapat kuperhatikan tatapan matanya yang kosong tertuju pada batuan-batuan di bawah air terjun. Mungkin ia memang menyukai jenis-jenis batuan, atau hanya matanya yang menatap kearah batuan itu sedangkan pikirannya melayang jauh, aku tak tahu.
Sedikit langkahku tersandung pada susunan papan jembatan karena mataku terus menatap pada pria itu. namun hal itu tak sedikitpun mengubah reaksinya. Ia tetap saja diam terpaku. Langkah kakiku terus melangkah menuju ujung jembatan.
Aku menyibukkan diri dengan bunga-bungaku. Namun pikiranku tetap sulit untuk terlepas dari pria itu. Tak heran jika aku terus memikirkannya, wajahnya memang menjadi idaman setiap wanita. Dilihat dari kejauhanpun, penampilannya tetap memukau. Sungguh sangat beruntung wanita yang menjadi pendampingnya.
Hari kian senja. Aku lihat ia masih berdiri ditempat semula. Aku sedikit berpikiran buruk, mungkinkah ia telah tak bernyawa lagi. Atau justru ia akan berniat buruk padaku. Mengingat ditempat itu kini hanya ada aku dan dia.
Aku berniat menghampiri pria itu. Kian dekat dengannya, kian cepat juga jantungku berdetak. Aku memberanikan diri untuk menyapanya.
“hai. Kamu siapa? Sejak kemarin kau hanya berdiri disini. Apa yang sedang kau lakukan” begitu tanyaku.
Namun pria itu sama sekali tak menggubrisku. Ia tetap acuh seolah terhanyut dalam lamunannya. Membiarkanku sendiri terperangah merasa kesal dan bingung. Aku mencoba untuk menyentuh pundaknya. Namun ia sama sekali tak bergeming. Merasa takut, segera aku lepakan sentuhan lembutku.
Beberapa saat, pria itupun memutar tubuhnya. Tanpa melihat ke arah ku, ia langsung pergi meninggalkanku.
“Sombong sekali pria ini, apakah aku tidak cukup cantik untuk dilihat. Baru kali ini ada pria yang tidak terperangah melihatku. Disekolah saja sedikitnya sepuluh pria yang aku tolak untuk menjadi pacarku. Atau mungkin dia bukan manusia” Pikirku yang kemudian langsung berjalan pulang.
Hari ketiga sejak aku melihat pria misterius itu. Aku kembali menuju base camp ku.
“Semoga hari ini aku tak melihat pria aneh itu lagi” Harapku.
Meski lidahku berujar demikian, namun dalam hati aku berharap untuk dapat bertemu dengan pria itu. Aku berharap bisa ngobrol dan lebih dekat dengannya. Penampilan dinginnya telah membuatku terpesona. Tak banyak pria yang berani mengacuhkan wanita sepertiku.
Dari kejauhan aku tak melihat pria itu di atas jembatan. Aku mencoba untuk berjalan lebih dekat. Namun yang kulihat kerumunan orang yang berada dibawah jembatan di dekat air terjun. Rasa penasaran menyeretku untuk bergegas menuju keramaian itu.
Sesampainya di sana aku melihat beberapa wanita paruh baya tengah menangis tersedu-sedu. Tangisan itu begitu menyayat hati. Bagai raungan srigala yang terpisah dari rombongannya.
Aku menerobos beberapa orang yang berdiri di depanku. Kian dekat kian jelaslah apa yang tengah ditangisi oleh wanita-wanita itu. Sosok pria berlumuran darah diatas batu terjal. Aku mun makin mendekat, berusaha mengenali wajah yang berlumur darah itu.
Aku tersentak ketika berhasil mengenali sosok pria itu. Dia adalah pria yang selama dua hari ini aku lihat di atas jembatan. Kakiku bergetar, aku tak menyangka bahwa orang yang kemarin sempat ku sapa, namun kini telah tiada. Tatap matanya masih sama seperti yang kulihat selama dua hari ini. Tatapan mata yang seolah ingin menangis, namun air matanya telah habis. Tatapan mata yang begitu memancarkan rasa kehilangan, bagai tatapan burung Elang yang anaknya dimakan Rajawali.
Meski begitu, Aku tak menyangka bahwa ia akan mengambil tindakan itu. Selama dua hari aku melihatnya sebagai seorang yang begitu tegar. Walaupun ku tahu bahwa ia tengah memikul beban yang begitu berat. Akupun bertanya kepada seorang laki-laki yang berdiri disampingku.
“Maaf, Apa yang sebenarnya terjadi?” Tanyaku sopan.
“Dia anakku, namanya Randy. Dia terjun bebas dari atas jembatan” Jawabnya.
“Mengapa dia mengakhiri hidupnya dengan cara seperti ini?” Tanyaku lagi.
“Dia adalah seorang anak yang cerdas, riang, dan penyayang. Dia punya kekasih yang cantik dan baik, namanya Erika. Namun orang tuanya tak menyetujui hubungan mereka. Satu minggu yang lalu orang tua Erika menerima lamaran seorang Pria tanpa sepengetahuan Erika. Erika sangat terkejut, dan tiga hari yang lalu Erika meninggal bunuh diri dengan menyayat nadinya” Jelasnya perlahan sambil menahan air mata yang hampir berlinang.
“Jadi Randy bunuh diri karena sangat terpukul dengan kepergian Erika?” ku coba menerka.
“Ya, kau benar. Randy sangat kehilangan sosok wanita yang telah enam tahun bersamanya. Setelah menghadiri pemakaman Erika, Randy tak terlihat lagi. Dan tadi siang kami menerima kabar bahwa Randy meninggal bunuh diri di tempat ini” Tambahnya lagi.
Air mataku berlinang. Aku terhanyut dalam kisah cinta kedua insan ini. Aku benar-benar tak menyangka, berdirinya ia di atas jembatan bukan untuk menikmati pemandangan sekitar, namun yang ia tatap adalah sekumpulan batu terjal di dasar air terjun. Tatapan kosongnya ternyata bukan tatapak kosong semata, namun tatapannya kembali kemasa lalu, masa indah bersama Erika.
Satu minggu berlalu sejak kejadian itu. Kini aku telah mengetahui siapa pria misterius yang berdiri di atas jembatan itu. Pria yang sempat membuatku terpesona. Pria yang membuatku sesaat dapat merasakan cinta. Pria beruntung mendapatkan cinta tulus dari seorang wanita bernama Erika. Pria itu bernama Randy.
Aku berdiri di dekat batu terjal dimana jasad Randy terjatuh. Bunga-bunga yang selama ini ku rawat, kupetik dan ku tabur di atas bebatuan itu. Aku begitu kagum dengan besarnya cinta Randy dan Erika. Aku hanya bisa berdo’a agar mereka berdua dapat kembali bertemu di kehidupan yang lain.
Barang yang tidak membuatmu tertarik selalu terasa mahal
A good neighbour is worth more than a far friend
Tetangga yang baik lebih berharga daripada teman yang jauh
A good book is great friend
Buku yang bermanfaat merupakan teman yang berarti
A new broom sweeps clean
Sapu yang baru pasti akan mampu membersihkan
A good name is better than riches
Nama yang harum lebih berharga dari kekayaan
A man becomes learned by asking questions
Dengan bertanya, orang akan lebih berpengalaman
A good beginning is half battle
Setengah pertempuran adalah permulaan yang baik
A rolling stones gathers no moss
Lumut tak akan berkumpul pada batu yang menggelinding
All wealth is the product of labour
Kemakmuran adalah hasil dari jerih payah
A word once files everywhere
Sekali ucapan keluar, ia akan menyebar kemana-mana
All the world is a stage
Isi dunia ini adalah panggung sandiwara
A help in sincerity is not a hope repay
Pertolongan yang tulus tidak akan mengharapakan imbalan kembali
A living dog is better than a dead lion
Anjing yang hidup lebih baik dari singa yang mati
A good to obey we know how to command
Nasehat yang baik adalah teladan yang baik
A man is know by his friends
Seseorang dikenal karena dengan siapa dia bergaul
Better be free bird than a captive king
Lebih baik menjadi burung yang terbang bebas
daripada raja yang terbelenggu
By learning to obey we know to command
Dengan belajar mematuhi perintah, kita akan
tahu cara memerintah.
Better late than never
Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali
Make hay while the sun shines
Keringkanlah rumput selama matahari masih bersinar
When that cat's away, the mice will play
Tikus-tikus bermain riang manakala kucing telah pergi
Croos the sream where it is shallowest
Sebrangilah sungai pada bagian yang paling dangkal
You Scratch my back and I'll scartch yours
Jika engkau mencakar punggungku, aku akan mencakar
punggungmu
The Swetst of all is praise
Bunyi yang merdu diantara segala bunyi ialah pujian
Early to bed and early rise make a man helthy, wealthy and wise
Cepat tidur, cepat bangun menjadikan orang sehat, makmur dan bijaksana
if you can't say good words of a person, don't say bad ones
jika anda tidak dapat berkata baik tentang diri seseorang, janganlah
yang buruk anda katakan
Love is beauty, but not every beauty have love
Cinta itu indah, tapi tidak selamanya keindahan mengandung cinta
Love based by the gearious duty moula still growth although the beauty has
changed into grey and the hardness has changed into the weakness
Cinta yang ditanam pada kewajiban luhur akan tumbuh meskipun kejelitaan
berubah jadi uban dan keperkasaan berubah jadi renta
Love make the weak man become strong and the strong man become weak
Cinta membuat orang lemah menjadi kuat dan orang kuat menjadi lemah
Love isn't the base of happines, but without love is the base of sadness
Cinta itu bukan sumber bahagia, tapi ketiadaan cinta jadi sumber derita
Love likes the fire, it can't be made a fool, it would burn your own
cinta itu laksana api yang tidak boleh dipermainkan, jika dipermainkan
akan membakar diri anda
Love is more kinds, but what is very safe and a eternal is love
which come from the door of sweetheart.
Cinta itu bermacam-macam tapi yang paling aman dan kekal
adalah cinta yang melalui pintu kekasih
The true love suddenly broken, not only but like the old man
who has lost the stick
Cinta sejati yang tiba-tiba putus laksana orangtua kehilangan tongkat
True love is love which only for two person, and no place for the
third person
Cinta sejati adalah cinta yang terdiri dari dua orang saja dan tak
ada tempat untuk orang ketiga
Loved can't tested by kisses, but the fine felling is the testor
Cinta tak dapat diuji dengan ciuman, tetapi perasaan halus
adalah sebagai pengujinya
Love isn't a shop where everybody can enter to it for some shopping
Cinta itu bukanlah sebuah toko dimana setiap orang dapat masuk untuk membelinya
Love which begun with soul flame, often would end with cold and frozen
Cinta yang dimulai dengan api semangat yang membakar, seringkali berakhir dingin
dan beku
RIWAYAT PENULIS
S |
aya selaku penulis bernama lengkap Edo Chandra, lahir di Lubuklinggau tanggal 27 Mei 1992. Saya memiliki hobby bermain basket. Bagi saya basket adalah hidup. Karena dari basket itulah saya mengenal teman2 yang begitu hebat. Tak hanya dalam bermain basket, namun juga hebat dalam menjalin persahabatan, pergaulan, hingga pendidikan.
Kemampuan menulis tak serta merta sebagai buah dari iseng2. Karena sebelum menulis Novel ini, saya telah menciptakan banyak puisi baik untuk koleksi pribadi maupun yang saya gunakan untuk mengikuti lomba dan pentas seni.
Karya terhebat saya adalah Puisi yang berjudul “Ayat-ayat Cinta”. Puisi itu saya ciptakan sebagai pengiring lagu Ayat-ayat cinta pada salah satu acara sekolah. Pada acara sekolah itulah puisi saya didengarkan oleh ratusan orang. Tak hanya dari kalangan pelajar, namun juga wali murid dan pejabat pemerintahan.
Ide menulis novel perdana ini bermula dari kebosanan saya pada aktivitas kerja yang itu-itu saja. Setelah menerbitkan novel perdana ini, terbesit dihati saya untuk menerbitkan kembali novel2 berikutnya. Meski belum maksimal, namun saya cukup puas dengan hasil novel ini.
BEHIND THE STORY
Rasa penasaran saya untuk mengetahui siapa Afiksi sebenarnya muncul. Analisa saya menunjukkan bahwa Afiksi mungkin adalah adik tingkat saya di Sekolah. Hal itu sangat mungkin karena saya menjadi siswa nomor satu di sekolah (Ketua OSIS). Tak perlu menunggu lama, salah satu adik tingkat yang di introgasi menyampaikan siapa Afiksi sebenarnya.
Meski nama Afiksi itu hanyalah nama samaran, namun wanita itu benar2 nyata. Saya menemui Afiksi pada saat Masa Orientasi Sekolah (MOS) dimulai. Meski sedikit rasa dendam muncul di hati, namun dia telah membuatku terpanah. Beberapa detik waktu terhenti ketika aku tertegun menatapnya. Dan sampai sekarang, dia menjadi orang yang cukup spesial bagiku.
Nama Andra muncul sebagai metamorfosa dari nama penulis, yaitu Edo Chandra. Nama itu muncul ketika salah satu temanku, Rindi Sartika mengusulkan nama Andra dikenakan pada kostum Basketku. Aku tak terlalu biasa membuat nama2 panggilan, namun Rindi wanita yang cukup hebat bagiku. Kekagumanku padanya membuatku mempertahankan nama pemberiannya yang tak sengaja itu.
Nama tokoh lainnya juga diambil dari nama2 teman dekatku yang bisa aku samarkan.
* Reni Yunita menjadi Nita.
* Rupiawan Pramari menjadi Rama.
* Iskandar Nopriansyah menjadi Nopri.
* Arieo Roza Saputra menjadi Rio.
* Aprias Metiara menjadi Tiara.
* Novia Widya Wati menjadi Widya.
* Ade Sugara menjadi Gara.
Sedangkan beberapa nama teman2ku lainnya tak masuk dalam novel ini karena cukup sulit disamarkan.
Suasana SMA Negeri 2 Muara Beliti menjadi setting tempat dalam novel ini. Tempat itu sangat bersejarah bagiku. Karena disanalah aku menemukan hidup yang sebenarnya. Di sanalah aku menemukan sahabat2 terbaik. Di sana juga aku mengalami sekelumit kisah cinta. Di sana aku menemukan gambaran jalan hidupku dimasa depan. Dan di sana juga aku menemukan permasalahan rumit yang harus aku selesaikan.
Tak hanya tempatnya yang bersejarah, orang2 yang berkecimpung di dalamnya pun menjadi sangat spesial. Hingga beberapa suasana pun ku tulis dalam novel ini. Salah satu Guru Pembimbing, ku cantumkan namanya pada novel ini. Dialah Ibu Musharofah, Guru Pembimbing pelajaran Bahasa
Indonesia.
Selain itu, objek wisata Watervang juga menjadi setting tempat dalam novel ini. Alasan utama tentu karena aku bertempat tinggal di kawasan itu. Alsaan lainnya, tempat itu cukup menjadi penenang ketika sedikit kegundahan muncul dihatiku. Menatap jingganya langit biru di sore hari menjadi pengobat hati yang sangat manjur.
Inilah Novel perdanaku yang ku persembahkan untuk sahabat2ku, Almamater sekolahku, dan orang2 yang terus memberikan support dan kepercayaan padaku.
Mungkin Novel ini belum sempurna. Namun hal itu menjadi simbolisasi, bahwa meski kita semua tak sempurna tetapi ketidak sempurnaan itu menjadi warna indah yang selalu menghiasi langit hidupku.
BAB X
A |
fiksi masih terpaku. Ia tak tahu harus berbuat apa. Sepucuk surat ditangannya tergenggam kuat menyebabkan sampul surat itu sedikit rusak.
Sejenak kemudian Afiksi pulang kerumahnnya. Namun air mata yang biasanya menetes karena kepergian seseorang, tak mengalir di pipinya. Yang ia rasa saat itu hanya rasa sedih karena tak dapat mendapatkan konfirmasi langsung dari Gara.
Sesampai dirumah, barulah dibukanya surat itu. Dengan cara seksama dibacanya surat bertinta hitam itu.
Dear Afiksi
Aku tahu kau akan mencariku. Namun aku tak bisa menemuimu. Untuk saat ini, juga selamanya.
Tetesan airmataku di kertas ini mungkin telah mengering saat kau membaca surat ini. Tetesan airmata itu adalah tetesan airmata kekecewaan dan kebahagiaan.
Dahulu kau pernah berjanji kau akan membalas semua pengorbananku dengan cara menjadi pendampingku. Sejenak aku gembira mendengar kata-kata indahmu. Namun kau tak menepati janji itu hanya karena aku bukan dia dan aku dalam keadaan buta. Aku sangat kecewa atas semua itu.
Namun aku tetap tersenyum dalam kesendirian dan kebutaan ini. Karena meskipun aku jauh, namun bagian dari tubuhku akan tetap dan selalu bersamamu. Akupun berbahagia karena kau kembali bisa melihat indahnya dunia dengan mata pemberianku.
Kini Afiksi benar-benar tersentak. Ia baru mengetahui siapa yang sebenarnya mendonorkan mata padanya. Namun orang yang sangat berjasa itu pun kini telah meninggalkannya. Dan Afiksi hanya mampu terduduk menangis.
Dalam tangisnya ia tetap berpikir bagaimana caranya untuk bisa menemui Gara. Dan Ia teringat pada Rama yang selalu mengetahui detil tentang kehidupannya. Ia berharap Rama bisa memberikan jawaban keberadaan Gara. Maka dengan segera Ia menuju ke rumah Rama.
“Rama, Kau tahu dimana Gara?” Tanya Afiksi.
Rama yang terkejut dengan kedatangan Afiski tiba-tiba masih kebingungan dan tak harus menjawab apa.
“Bukankah Gara berada di Rumah Sakit” Jawab Rama.
“Dia telah pergi dari rumah sakit, dan dia hanya meninggalkan surat ini” Ucap Afiksi dalam sambil menangis.
“Lalu mengapa kau tak menceritakan padaku bahwa dialah yang telah mendonorkan mata ini?” Sambung Afiksi Lagi..
“Maafkan aku Afiksi. Aku telah berjanji pada Gara untuk tak menceritakan hal ini pada dirimu. Dan tentang kepergian Gara aku benar-benar tak mengetahuinya” Jelas Rama.
Afiksi tersandar pada sofa coklat bermotif bunga. Air matanya kembali menetes. Ramapun hanya terdiam berdiri di hadapan Afiksi. Rama tak tahu harus berbuat apa. Tatapan matanya masuk ke dalam mata Afiksi, seolah ia begitu merasakan kesedihan terdalam dari Afiksi. Sedikit ia merasakan penyesalan atas apa yang telah ia lakukan. Ia tak tahu apakah yang dilakukannya benar atau salah.
*********
Akhir dari sebuah kisah cinta hanya akan mengakibatkan dua hal yang akan terjadi pada saat bersamaan. Kebahagiaan dan kesedihan. Dua insan yang menang akan bahagia, namun disaat yang sama orang yang ditinggalkan karena kekalahan akan merasakan kesedihan.
Begitupun dengan Afiksi dan teman-temannya. Setelah kejadian itu Afiksi tak lagi menemukan pria yang bisa mengobati luka di hatinya. Ia tak ingin mengalami rasa sakit kehilangan orang yang ia sayangi untuk ketiga kalinya.
Pada beberapa Tahun kemudian Afiksi bukan lagi sebagai sosok anak remaja tujuh belasan. Kini ia menjelma sebagai sosok seorang pemimpin perusahaan. Namun begitu, wajah cantik Afiksi tak luntur dibawa umur. Senyum manisnya tetap merekah di antara anak buahnya. Sikap ramahnya tak berganti kesombongan meski jabatan tinggi tergenggam ditangannya.
Sementara itu Rama dan Nita telah membangun sebuah rumah tangga yang bahagia. Mengantar seorang anak laki-laki berumur lima tahun ke sekolah menjadi aktifitas Rama di tiap paginya.
Rio telah berhasil menggapai cita-citanya menjadi seorang Pilot. Begitupun Nopri yang berambisi menjadi seorang Polisi.
“Mama Afiksi..........” teriak seorang anak.
Afiksi menoleh dan menyambut kedatangan anak laki-laki itu dengan senyuman yang penuh kerinduan.
“Hei.. Andra apa kabar? Mama traktir kamu es krim, apa kau suka?” Tanya Afiksi pada anak itu.
“Suka sekali” Jawab anak itu dengan gembiranya.
Ya, anak itu bernama Andra. Putra tampan pasangan Rama dan Nita. Nama itu adalah pemberian dari Afiksi. Anak itulah yang selama ini menemani Afiksi dalam kesendiriannya. Anak itulah yang menjadi kekasihnya saat ini, yang menghiasi malamnya yang kelam. Menghangatkan tidurnya yang dingin. Anak itu sama berharganya dengan Andra ataupun Gara meski keduanya sulit untuk tergantikan di hati Afiski. Karena hal itulah hingga kini Afiksi tetap setia dalam kesendirian disaat teman-teman dekatnya telah melangsungkan pernikahan.
Afiksi, Rama, Nita dan Andra kecil duduk di taman sambil menikmati es krim di tangan.
“Afiksi, apakah kau tak terpikirkan untuk menikah?” Tanya Rama.
“Ku tak punya alasan untuk menikah” Jawab Afiksi.
“Tapi Afiksi, kau perlu seorang pendamping hidup yang bisa membahagiakanmu” Timpal Nita.
“Kalian semua adalah pendamping hidupku. Aku lebih bahagia melihat cinta yang nyata pada diri kalian semua dari pada menikmati cinta yang tak terlihat pada diriku sendiri. Ditambah lagi aku punya teman kecilku ini yang selalu memberikan senyum terbaiknya untukku” Kata Afiksi.
“Kami tak selalu berada di sisimu, Afiksi. Dan tak selamanya pula Andra kecil bisa membuatmu tersenyum” Ucap Rama.
“Aku tak ingin melakukan kesalahan yang sama untuk ketiga kalinya dan kehilangan orang yang kusayang untuk ketiga kalinya pula. Aku terlalu takut untuk jatuh. Karena ku tahu bahwa yang namanya jatuh selalu menyakitkan. Begitu pula jatuh cinta. Aku ingin tetap berdiri tegak seperti ini” Terang Afiksi.
“Kami berjanji tak akan pernah meninggalkanmu sendiri Afiksi” Ucap Tiara yang tiba-tiba datang dari belakang bersama Widya, Rio dan Nopri.
“Angin apa yang membawa kalian semua datang kemari?” Tanya Afiksi yang seolah bingung atas kehadiran mereka semua.
“Ibu Direktur, kau terlalu sibuk hingga lupa dengan hari ulang tahunmu sendiri” Ucap Widya.
“Seperti Tahun-tahun yang lalu, kami semua hadir disini untuk merayakannya” Tambah Rio.
Rona kegembiraan begitu terpancar diwajah Afiksi. Meski dalam kesibukan, teman-temannya tetap hadir membawakan kebahagiaan pada setiap hari ulang tahunnya.
Ia begitu menikmati kebahagiaan itu. Meski tak ada kekasih disampingnya, namun sahabat-sahabatnya melebihi saudara baginya. Sahabatnya tak selalu hadir dalam tiap suka maupun duka, namun sahabat-sahabatnya hadir mengubah duka menjadi suka. Mengganti kesedihan menjadi kegembiraan.
Afiksi meninggal dunia pada usia 35 tahun. Usia yang masih sangat muda untuk wanita seperti Afiksi. Ketika ia meninggal, hanya dokter pribadinya yang mengetahui penyebab yang sebenarnya.
Sebelum meninggal, Afiksi berpesan kepada teman-temannya.
“Jika suatu saat aku meninggalkan kalian semua. Aku tak ingin setetespun air mata jatuh dari mata kalian. Selama bersama kalian tak pernah sekalipun kalian memberikan airmata padaku, kalian selalu memberikan senyuman padaku. Dan aku ingin hal itu selalu kalian lakukan hingga aku pergi” Ucap Afiksi lirih.
Satu bulan setelah pesan itu disampaikan, Afiksi pergi meninggalkan sahabat-sahabatnya untuk selamannya. Sesuai pesan itu, tak setetespun airmata jatuh di hari pemakaman Afiksi. Teman-teman Afiksi pun menyadari beban kehidupan berat yang ditanggung oleh Afiksi. Mereka berpikir setidaknya Afiksi bisa beristirahat dengan tenang setelah lelah menghadapi kehidupan yang begitu rumit.
“Selamat jalan Afiksi. Wanita terindah, senyummu terukir dihati kami”
***************
Itulah kisah dari seorang gadis cantik bernama Afiksi. Sekilas terlihat bahwa karena cinta kebahagiaan hanya hadir sesaat dalam hidup manusia. Namun jika kita mampu menatap cinta yang sebenarnya, begitu banyak cinta disekitar kita yang selalu memberikan kebahabagiaan.
Cinta pada kekasih hanyalah cinta tak terlihat yang akan menjadikan buta terhadap apa yang tengah dan akan terjadi. Dan cinta yang terpatri dalam bentuk persahabatanlah yang menjadi cinta yang nyata. Yang akan menjadikan penikmatnya hidup dan mengerti tentang apa yang telah, tengah dan akan terjadi.
* * * *T * A * M * A * T* * * *
BAB IX
I |
Ndah dunia mampu ia rasakan kembali. Alunan tangkai bunga yang tertiup angin seolah mengajaknya menari. Namun wanita itu hanya duduk terpaku menatap itu semua. Entah apa yang direnungkannya.
“Mata ini terlalu berharga untuk diberikan padaku. Siapakah orang yang rela memberikan matanya ini hanya untuk memberikan kebahagiannya padaku?” Pikir Afiksi.
Pikiran itulah yang terus menggelayuti pikiran Afiksi. Ia tak pernah mengetahui siapa yang telah mendonorkan mata indah padanya itu. Terkadang ia merasa menyesal karena telah menggunakan organ yang berharga milik orang lain.
Suara kursi roda yang bergesekan dengan lantai melintas dibelakangnya. Ia telah sangat hapal dengan lengkingan suara kursi roda itu. Karena pada beberapa waktu yang lalu iapun telah duduk diatasnya.
Perlahan ia menoleh kearah melintasnya kursi roda itu. Seorang pria yang umurnya tak terpaut jauh dari Afiksi duduk diatas kursi roda itu. Matanya terbalut perban putih, mirip dengan balutan perban Afiski saat Ia buta. Seorang suster cantik mendorong kursi roda itu menuju ruang perawatan.
Afiksi merasa tersentak. Bukan hanya rasa iba yang membuatnya terkejut. Namun, karena ia mengenali pria itu. Pria yang dahulu pernah berada disampingnya.
Hentakan langkah kaki beberapa orang menuju kearah Afiksi. Dan sapaan dari salah satunya menyadarkan Afiksi dari lamunannya.
“Hei Afiksi. Apa yang kau lamunkan?” Tanya Nita.
“Apakah itu benar-benar dia?” Tanya Afiksi.
“Dia siapa? Tidak ada siapa-siapa disini. Sudahlah lupakan saja. Kami kesini mau mengajakmu pulang” Kata Nita lagi.
“Baiklah” Ucap Afiksi singkat.
Afiksi tak menjelaskan apa yang baru saja dilihatnya. Ia tak ingin meyakinkan dirinya bahwa pria itu adalah orang yang ia kenal. Seolah, meski ia mengenal orang itu, namun ia tak ingin mengingatnya.
Keesokan harinya, Afiski memutuskan untuk kembali ke Rumah Sakit itu. Ketika berjalan di koridor, kembali ia melihat Pria yang dilihatnya kemarin. Meski berat, perlahan ia dekati Pria yang tengah duduk di bangku taman itu.
“Gara, Apa yang kau lakukan disini?” Tanya Afiksi.
Ya, pria itu adalah Gara. Orang yang selama ini menemani Afiksi dalam kebutaan. Namun, keadaan yang terlihat kini sangat mengejutkan. Gara ternyata juga mengalami kebutaan.
“Kamu siapa? Sepertinya suara ini tak asing bagiku” Tanya Gara.
“Aku Afiksi” Jawab Afiski.
“Afiksi. Apakah kau telah bisa kembali melihat?” Tanya Gara lagi.
“Bagaimana kau tahu bahwa aku mengalami kebutaan?” Tanya Afiksi.
“Apakah Rama belum menceritakan padamu?” Tanya Gara lagi.
“Tentang apa? Apa yang mereka sembunyikan dariku?” Desak Afiksi.
Berondongan pertanyaan dari Afiksi menyudutkan Gara. Semua itu membuat Gara bingung. Ia tak tahu apakah harus menjelaskannya atau tidak.
Menunggu jawaban dari Gara yang menurut Afiksi terlalu lama, membuat Afiksi tak sabar dan pergi meniggalkan Gara. Ia bermaksud menanyakan langsung pada Rama.
“Kalau begitu aku akan pergi menanyakannya pada Rama” Ucap Afiksi.
“Kau tak perlu pergi kemana-mana. Aku sudah ada disini” Ucap seseorang yang muncul dari belakang Afiksi.
“Rama. Baguslah kau ada disini. Kau mempunyai tanggung jawab untuk menceritakan semuanya padaku” Desak Afiski.
“Apa yang ingin kau tahu?” Tanya Rama.
“Dimana Andra?” Tanya Afiski.
“Saat kalian mengalami kecelakaan, Andra meninggal dunia” Jelas Rama
Deraian airmata Afiksi perlahan menetes dari matanya. Airmata yang bagaikan butiran berlian itu menangisi seorang yang begitu berharga baginya, sama berharganya dengan berlian indah yang melilit dijarinya sebagai sebuah cincin.
“Jika Andra meninggal, lalu siapa yang menemaniku selama ini?” Tanyanya tak percaya.
“Pada hari yang sama, Gara datang. Dialah yang menggantikan Andra untuk menjagamu” Ucap Rama.
“Begitu mudahnya kalian menggantikan seseorang dengan orang yang berbeda. Apakah kalian tak pernah memikirkan perasaanku?” Ucap Afiksi.
“Saat itu, Andra adalah orang yang paling penting dalam hidupmu. Kami tak yakin kau akan kuat jika mengetahui apa yang terjadi sebenarnya. Karena itulah aku bersedia menggantikan Andra selama kau mengalami kebutaan” Tambah Gara.
“Andra adalah orang yang terpenting dalam hidupku. Saat itu, sekarang dan selamanya. Rama, sekarang kau tunjukkan aku dimana makam Andra” Ajak Afiksi.
“Afiksi. Dahulu kau pernah berkata bahwa siapapun aku, kau akan membalas semuanya dengan cara menjadi pendampingku. Kini aku menagih janjimu itu” Ucap Gara.
“Aku mengucapkan hal itu karena aku berpikir bahwa kau bukanlah kau. Apalagi kau juga buta. Aku pernah merasakan kebutaan. Maka tak mungkin aku menjadi pendampingmu” Jawab Afiksi.
Afiskipun segera berlalu bersama Rama. Dengan bercucuran airmata yang masih mengalir di pipinya, mereka pergi menuju tempat pemakaman Andra. Seakan airmata itu tak akan kering setelah ia mengetahui bahwa Andra telah pergi meninggalkannya untuk selamanya.
Gara menyadari kepergian Afiksi. Ia tak dapat berbuat apa-apa. Kebutaanya membuatnya tak mampu menghalangi Afiksi. Hatinya terkoyak mendengar kata-kata Afiksi. Ia merasa sedih tak mampu meyakinkan Afiski mengenai janji yang telah diucapkannya dahulu.
****
Afiksi mengurung dirinya di dalam kamar. Rasa sesal dan kesal memuncak di pikirannya, karena ia tak pernah mengetahui bahwa Andra telah pergi meninggalkannya. Bahkan orang yang sangat tak ingin dia temuilah yang menemaninya selama ia mengalami kebutaan yang ternyata saat ini juga mengalami kebutaan.
Rasa amarahpun mendidih dihatinya. Ia tak habis pikir kenapa teman-temannya menyembunyikan fakta yang sebenarnya dari dirinya. Meski iapun berusaha mengerti bahwa teman-temannya hanya menginginkan hal terbaik untuk dirinya.
Rama datang menemui Afiksi untuk menjelaskan apa yang terjadi. Sejenak Afiksi tak menerima kedatangan Rama. Namun keingintahuan Afiksi mengenai hal yang sebenarnya membuatnya bersedia untuk berbincang-bincang dengan Rama.
Secara mendetil Rama menceritakan fakta-fakta sejak Afiksi dan Andra mengalami kecelakaan, kemudian Gara datang sebagai sosok pahlawan hingga pada Akhirnya Afiksi kembali dapat melihat.
Afiksi adalah seorang wanita yang kuat. Ia tak ingin lama-lama terpuruk dalam kesedihan. Cerita dari Rama membuatnya menyadari bahwa kembali hadirnya Gara sangat penting baginya saat itu. Meski luka yang ia rasa kali ini tak akan pernah sembuh. Ia menyadari bahwa kesedihannya tak akan bisa membangkitkan Andra dari tidur panjangnya.
Setelah beberapa hari berkurung diri di dalam kamar, ia memutuskan untuk menemui Gara di rumah sakit. Ia kembali mengharapkan konfirmasi dari Gara tentang apa yang terjadi.
Sesampai di Rumah Sakit, seorang perawat menghampiri Afiksi.
“Mbak Afiksi Ya? Mau menemui Gara kan?” Tanyanya.
“Ya. Ada Apa?” Afiksi Balik Tanya.
“Gara sudah tidak dirawat disini lagi. Dia hanya menitipkan surat ini untuk kamu” Jelas perawat itu.
“Apa yang terjadi? Kenapa ia tidak lagi dirawat disini?” Tanya Afiksi.
“Ia tak meninggalkan kata-kata apapun selain surat ini” Jawab perawat.
Afiski terdiam. Ia harus kembali harus kehilangan seeorang yang menjadi hal penting dalam hidupnya. Setelah kepergian Gara, Andra hadir menjadi cahaya baru dalam hidupnya. Disaat Andra pergi, Gara kembali hadir sebagai udara hangat bagi malam kelamnya. Dan kini iapun harus kembali kehilangan Gara. Hanya sepucuk surat bersampul amplop biru berhias bunga Lili yang menjadi pengganti semua itu.
Lalu kemanakah Gara pergi? Apakah isi surat itu? Akankah Afiksi kembali bertemu dengan Gara?
Semua pertanyaan itu akan terjawab pada Bab terakhir novel ini. Jadi, nantikanlah.
Bersambung.....................