Menang Jadi Api, Kalah Jadi Kayu Bakar


CATATAN UNTUK PECUNDANG
 
“Pergi dengan kepercayaan diri, pulang sebagai pecundang. That's okay..yang penting ada usaha untuk mencoba. Pecundang belum tentu buruk di kasus seperti ini. Tapi lebih kepada keberuntungan nasib. Menang jadi api kalah jadi kayu bakar, maksudnya yang menang tetap jadi pemenang, yang kalah, ya tetap kalah. yang penting 'arang' sudah berusaha menghidupkan apinya, tapi belum berhasil menjadi api.”

Begitu seorang teman menulis pada status facebooknya. Sepenggal paragraf sarat makna.

Matahari pagi yang datang selalu memancarkan sinarnya dengan pasti, tak pernah ia malu untuk bercahaya. Meski pada puncaknya sangat menyengat, namun sebenarnya memang sangat panas. Namanya juga matahari.

Namun matahari tertunduk malu ketika senja menjelang. Bahkan sinarnya tak sehangat ketika fajarnya. Entah malu atau tertunduk kalah. Yang pasti sinarnya tak sanggup melawan peredarannya sendiri. Ia tenggelam dalam kelam.

Bulan pun seakan mengajak bertarung kekuasaan. Berbagi peredaran dengan matahari. Bertarung memberikan cahaya meski yang ia punya adalah hasil curian. Namun toh sama-sama cahaya. Entah curian atau hasil merampok, yang pasti cahaya itu telah ia sampaikan pada mereka yang butuh cahaya dimata dan hatinya. Kira-kira begitulah yang mereka bilang.

Ketika bertemu pada satu titik peredaran, disinilah pertarungannya. Perlahan petarung menunjukkan siapa yang jadi pecundang. Siapa yang menutupi cahaya siapa. Sedangkan bumi hanya menikmati saja. Siapapun pemenangnya toh akan sama saja. Matahari tetap matahari bulan tetaplah bulan. Tanpa sadar ternyata bumilah yang menjadi pecundang. Menyaksikan pertarungan tanpa ikut bertarung dan ingin menjadi pemenang.

Lalu tulisan ini mau mengarah kemana? Tentang koruptor? Tentang Penjahat Cinta? Atau justru mencaci maki para penguasa?

Terserah anda yang membaca. Saya hanya menekan beberapa alpabet yang ada pada tombol keyboard yang saya pun tak tau tujuannya apa. Saya tak mau menjadi pecundang yang hanya bisa menghujat para koruptor, namun dalam hati menginginkan harta berlimpah tanpa ingin berusaha. Juga tak ingin menjadi penjahat cinta yang dicintai tanpa pernah layak mencintai. Atau bahkan para pecundang yang hanya mampu mengkritik penguasa tanpa ada solusi kongkrit untuk berubah.

Bahkan saya ingin mengatakan anda yang pecundang. Bagaimana tidak, hanya dengan membaca bagian awal tulisan ini saja, anda telah berfikir bahwa saya yang pecundang. Dan membuat anda merasa bosan dan tak ingin membaca tulisan ini sampai selesai. Dasar pecundang!!!

Jadi bagaimana dengan anda, para pecundang? Bahagiakah menjadi pecundang? Namun yah, memang begitulah rasanya jadi pecundang. Nikmatilah masa-masa sebagai pecundang. Sebelum datang masanya kau menjadi benar-benar pecundang.

Ingatkah kita terlahir tanpa apa-apa? Saya masih ingat betul ketika saya dilahirkan dengan wajah lucu dan menggemaskan yang tanpa sebab yang jelas langsung saja menangis. Rasanya seperti itulah para pecundang. Mengeluh dengan sedikit penderitaan. Tanpa memikirkan seorang ibu yang dengan rasa sakit teramat sangat namun tetap tersenyum.

Rasanya terlalu banyak memberikan contoh, tak baik juga bagi pecundang. Toh, pecundang mana yang akan memperdulikan analogi-analogi semacam itu. Para pecundang hanya merespon yang ia rasa baik pada saat itu. Tanpa memikirkan efeknya bagi dunia yang lebih besar. Ia tak akan memikirkan sebuah dahan kecil yang jatuh. Ia tak pernah berpikir bagaimana jika dahan kecil itu jatuh tepat pada tombol detonator peledak dengan berat satu juta ton yang sanggup memusnahkan setidaknya 5 benua.

Namun ingatlah para pecundang. Pohon yang besar selalu tumbuh mulai dari bibit yang kecil. Setidaknya tak ada pemenang tanpa pernah merasakan jadi pecundang. Karena api yang terbuat berasal kayu bakar. Meski tak akan semuanya menjadi api, namun api adalah hasil kerja keras semua kayu bakar yang menjadikan dirinya bara.

Maka bersiaplah para pecundang. Karena setiap kita bisa jadi pemenang. Itu adalah ketika api menyambut hangat semua bara dan membakar habis tanpa sisa. Karena api yang meninggalkan arang ialah pecundang sebenarnya.

Terakhir, para pecundang tak akan senang terlalu banyak membaca. Para pecundang hanya akan sibuk dengan banyak hal yang entah itu apa. Yang ia dan semua orang pun tak mengerti untuk apa dan mengapa. Yang tak pernah tau untuk siapa dan dimana. Entah kapan dan bagaimana. Karena untuk pecundang, cukuplah baginya berpikir sederhana. Karena kemenangan memang sederhana. Cukup untuk tidak menjadi pecundang (lagi).

Tulisan ini tak akan mengubah pecundang menjadi pemenang. Namun setidaknya mampu membuat kayu bakar merasa panas hingga membuatnya terbakar. Meski tak akan semua kayu bakar akan menjadi api, karena memang akan selalu ada yang tersisa dan tersisih. Yang menang akan jadi pemenang dan yang kalah ya tetap kalah. Namun yang terpenting arang telah berusaha menghidupkan apinya namun belum bisa menjadi api. Setidaknya belum untuk saat ini.

Salam hangat, PECUNDANG!!!!!!!!!
Designed by Animart Powered by Blogger