Suara
itu kian renta. Bergetar diantara dedaunan beku berlapis embun. Meneriakkan
kebesaran Tuhannya bersambung syahadat yang berulang. Aku kenal betul suara
itu, yang setahun ini berkumandang di tiap subuh. Tak juga merdu, namun cukup
mengganggu untuk memaksa hamba terjaga dan bersujud kepada Tuhannya.
Aku
terjaga. Mengutuk parau suara muazin yang telah menghanyutkan keindahan Pantai
Panjang, meski hanya dalam mimpi. Ingin rasanya ku cabik ayam-ayam yang menyahut
pergantian malaikat dengan kokok liarnya.
Kini
aku merenung, menatap langit-langit kamar yang hanya berlapis triplek tak bercat. Mengerutui muazin
yang kian melengking tak karuan. Meneriakkan shalat mengajak pada kemenangan.
Entah kemenangan apa yang ingin ia capai. Negara ini sudah merdeka, Islam sudah
mendunia, Idul fitri setiap tahun.
Terlebih
tak pula baik tabiatnya. Aku kenal betul siapa Dia. Dialah preman penguasa
pasar terminal atas era 90-an. Pengedar narkoba tak mempan senapan aparat. Seorang
Pemalak yang setiap hari mabuk, lupa anak istri jadi melarat. Ia juga yang
menyebabkan istrinya tewas akibat persaingan bisnis barang haram.