Kenaikan harga pangan kembali meresahkan kesejahteraan bangsa
Indonesia. Setelah naik pasca isu kenaikan harga BBM, kini kenaikan
harga juga dilandasi datangnya bulan suci Ramadhan sebagai akibat
tingginya kebutuhan masyarakat.
Menyiasati kebutuhan masyarakat yang tinggi akan kebutuhan pokok,
Pemerintah mengambil kebijakan untuk mengimpor kebutuhan pokok. Salah
satu yang cukup besar adalah impor daging.
Kebijakan impor yang dilakukan oleh Pemerintah sepertinya didasari oleh
pemikiran bahwa produsen dalam negeri tidak akan sanggup memenuhi
kebutuhan pasar. Sektor pertanian yang belum masuk masa panen tidak akan
mampu menghadirkan bawang, cabai serta rempah-rempah yang akan sangat
diburu oleh pembeli. Pun begitu pada sektor peternakan. Geliat sektor
peternakan yang tak terdengar akhir-akhir ini dikhawatirkan tidak mampu
menyediakan daging dalam jumlah besar. Sehingga hal itu juga akan memicu
kenaikan harga kelaknya.
Namun ternyata masyarakat selaku konsumen maupun pedagang telah lebih
pintar daripada yang diperkirakan oleh pemerintah. Operasi pasar yang
dilakukan Pemerintah beberapa hari ini ditolak mentah-mentah oleh
pedagang dan konsumen. Meski harga yang ditawarkan jauh lebih rendah
dari harga daging dipasaran, nyatanya mobil yang digunakan untuk operasi
pasar sangat sepi pengunjung.
Sepertinya masyarakat tak lagi mudah dibungkam dengan produk-produk
impor. Masyarakat berdalih produk daging dari luar tidak dapat dijamin
kehalalannya. Banyak pula masyarakat yang berkomentar di media menilai
bahwa kebijakan impor bahan pangan justru menutup pintu bagi bahan
pangan lokal untuk masuk kepasaran. Kebijakan pemerintah sepertinya
tidak memihak produsen pangan lokal. Bukannya merangsang peternak dan
petani lokal untuk menggenjot produksinya, justru oknum-oknum berbagi
proyek impor untuk menghambur-hamburkan dana APBN.