Cerpen

SIAPA ITU

DI ATAS JEMBATAN

Matahari bersinar redup sore itu. Bunga-bunga yang hanya sedikit mendapatkan sinar sang surya tertunduk layu. Hanya burung-burung kecil saja yang menari riang beterbangan menangkap ikan-ikan kecil.

Aku berjalan menuju tempat wisata didekat rumahku. Meski menjadi objek wisata, namun tak banyak orang yang berkunjung. Rendahnya keinginan pihak berwenang untuk mengindahkan lingkungan tersebut menjadi alasan klasik para wisatawan.

Ditempat itu biasanya aku menghabiskan waktuku dengan renungan-renunganku. Tak jarang juga tempat itu menjadi sumber inspirasiku dalam menulis. Bahkan aku menjadikan sebuah bangku berukurang 2 x 1 meter di bawah pohon besar sebagai base campku. Letaknya yang menghadap kearah air terjun dan dikelilingi beberapa bunga yang bermekaran indah ketika musim hujan membuatku benar-benar merasa nyaman berada ditempat itu berjam-jam.

Di sore itu aku bermaksud mengerjakan tugas di base camp ku itu. Rumah kost ku yang berada dilingkungan ramai membuatku sulit untuk berkonsentrasi. Jika berada di base camp, setidaknya aku bias mengerjakan tugas dengan tenang ditemani burung-burung yang berkicau riang.

Ditengah kesibukanku mengerjakan tugas, mataku terusik oleh sosok seorang pria yang berdiri termangu di jembatan di atas air terjun.

“sejak aku datang, pria itu tak bergerak satu inch pun dari tempat ia berdiri. Apa yang sedang dilakukan pria itu” setidaknya begitu pikirku.

Aku mencoba untuk tetap berkonsentrasi dengan pekerjaanku, namun kehadiran pria itu benar-benar mengganggu pikiranku. Tak biasanya ada orang yang betah berada ditempat itu selain Aku. Tatapan pria itu yang hanya tertuju pada satu tempat saja membuat ku bertambah bingung. Sebagai orang yang baru ditempat itu, seharusnya matanya berkelana menikmati pemandangan yang memang cukup indah di sekitar tempat itu, bukannya hanya tarpaku disatu tempat saja.

Waktu berlalu, tugas yang dibebankan padaku berhasil aku selesaikan. Namun ketika aku melihat kearah pria itu, ternyata ia sudah tak ada lagi.

“Mungkin ia kecewa dengan tempat ini dan akhirnya memutuskan pergi dan tak akan kembali lagi Akhirnya rekorku sebagai manusia paling betah berada ditempat itu tak terpecahkan” gumamku sambil tersenyum.

Sore berikutnya, aku kembali ketempat itu meskipun tak ada tugas atau keinginan untuk menulis karya puisi. Aku sekedar ingin menghabiskan waktu luang ku dengan memandangi kupu-kupu yang hinggap di atas bunga mekar yang selalu kurawat.

Dari kejauhan mataku kembali tertuju pada sosok yang berdiri di atas jembatan merah itu. Tak sesuai perkiraanku kemarin, ternyata pria itu kembali datang. Berusaha tak memperdulikannya, aku segera menyeberang melintasi jembatan itu. Ketika berjalan dibelakangnya, sedikit aku mencuri pandang menatap kearahnya. Meski tertutup rambut lurusnya yang cukup panjang, sedikit dapat kuperhatikan tatapan matanya yang kosong tertuju pada batuan-batuan di bawah air terjun. Mungkin ia memang menyukai jenis-jenis batuan, atau hanya matanya yang menatap kearah batuan itu sedangkan pikirannya melayang jauh, aku tak tahu.

Sedikit langkahku tersandung pada susunan papan jembatan karena mataku terus menatap pada pria itu. namun hal itu tak sedikitpun mengubah reaksinya. Ia tetap saja diam terpaku. Langkah kakiku terus melangkah menuju ujung jembatan.

Aku menyibukkan diri dengan bunga-bungaku. Namun pikiranku tetap sulit untuk terlepas dari pria itu. Tak heran jika aku terus memikirkannya, wajahnya memang menjadi idaman setiap wanita. Dilihat dari kejauhanpun, penampilannya tetap memukau. Sungguh sangat beruntung wanita yang menjadi pendampingnya.

Hari kian senja. Aku lihat ia masih berdiri ditempat semula. Aku sedikit berpikiran buruk, mungkinkah ia telah tak bernyawa lagi. Atau justru ia akan berniat buruk padaku. Mengingat ditempat itu kini hanya ada aku dan dia.

Aku berniat menghampiri pria itu. Kian dekat dengannya, kian cepat juga jantungku berdetak. Aku memberanikan diri untuk menyapanya.

“hai. Kamu siapa? Sejak kemarin kau hanya berdiri disini. Apa yang sedang kau lakukan” begitu tanyaku.

Namun pria itu sama sekali tak menggubrisku. Ia tetap acuh seolah terhanyut dalam lamunannya. Membiarkanku sendiri terperangah merasa kesal dan bingung. Aku mencoba untuk menyentuh pundaknya. Namun ia sama sekali tak bergeming. Merasa takut, segera aku lepakan sentuhan lembutku.

Beberapa saat, pria itupun memutar tubuhnya. Tanpa melihat ke arah ku, ia langsung pergi meninggalkanku.

“Sombong sekali pria ini, apakah aku tidak cukup cantik untuk dilihat. Baru kali ini ada pria yang tidak terperangah melihatku. Disekolah saja sedikitnya sepuluh pria yang aku tolak untuk menjadi pacarku. Atau mungkin dia bukan manusia” Pikirku yang kemudian langsung berjalan pulang.

Hari ketiga sejak aku melihat pria misterius itu. Aku kembali menuju base camp ku.

“Semoga hari ini aku tak melihat pria aneh itu lagi” Harapku.

Meski lidahku berujar demikian, namun dalam hati aku berharap untuk dapat bertemu dengan pria itu. Aku berharap bisa ngobrol dan lebih dekat dengannya. Penampilan dinginnya telah membuatku terpesona. Tak banyak pria yang berani mengacuhkan wanita sepertiku.

Dari kejauhan aku tak melihat pria itu di atas jembatan. Aku mencoba untuk berjalan lebih dekat. Namun yang kulihat kerumunan orang yang berada dibawah jembatan di dekat air terjun. Rasa penasaran menyeretku untuk bergegas menuju keramaian itu.

Sesampainya di sana aku melihat beberapa wanita paruh baya tengah menangis tersedu-sedu. Tangisan itu begitu menyayat hati. Bagai raungan srigala yang terpisah dari rombongannya.

Aku menerobos beberapa orang yang berdiri di depanku. Kian dekat kian jelaslah apa yang tengah ditangisi oleh wanita-wanita itu. Sosok pria berlumuran darah diatas batu terjal. Aku mun makin mendekat, berusaha mengenali wajah yang berlumur darah itu.

Aku tersentak ketika berhasil mengenali sosok pria itu. Dia adalah pria yang selama dua hari ini aku lihat di atas jembatan. Kakiku bergetar, aku tak menyangka bahwa orang yang kemarin sempat ku sapa, namun kini telah tiada. Tatap matanya masih sama seperti yang kulihat selama dua hari ini. Tatapan mata yang seolah ingin menangis, namun air matanya telah habis. Tatapan mata yang begitu memancarkan rasa kehilangan, bagai tatapan burung Elang yang anaknya dimakan Rajawali.

Meski begitu, Aku tak menyangka bahwa ia akan mengambil tindakan itu. Selama dua hari aku melihatnya sebagai seorang yang begitu tegar. Walaupun ku tahu bahwa ia tengah memikul beban yang begitu berat. Akupun bertanya kepada seorang laki-laki yang berdiri disampingku.

“Maaf, Apa yang sebenarnya terjadi?” Tanyaku sopan.

“Dia anakku, namanya Randy. Dia terjun bebas dari atas jembatan” Jawabnya.

“Mengapa dia mengakhiri hidupnya dengan cara seperti ini?” Tanyaku lagi.

“Dia adalah seorang anak yang cerdas, riang, dan penyayang. Dia punya kekasih yang cantik dan baik, namanya Erika. Namun orang tuanya tak menyetujui hubungan mereka. Satu minggu yang lalu orang tua Erika menerima lamaran seorang Pria tanpa sepengetahuan Erika. Erika sangat terkejut, dan tiga hari yang lalu Erika meninggal bunuh diri dengan menyayat nadinya” Jelasnya perlahan sambil menahan air mata yang hampir berlinang.

“Jadi Randy bunuh diri karena sangat terpukul dengan kepergian Erika?” ku coba menerka.

“Ya, kau benar. Randy sangat kehilangan sosok wanita yang telah enam tahun bersamanya. Setelah menghadiri pemakaman Erika, Randy tak terlihat lagi. Dan tadi siang kami menerima kabar bahwa Randy meninggal bunuh diri di tempat ini” Tambahnya lagi.

Air mataku berlinang. Aku terhanyut dalam kisah cinta kedua insan ini. Aku benar-benar tak menyangka, berdirinya ia di atas jembatan bukan untuk menikmati pemandangan sekitar, namun yang ia tatap adalah sekumpulan batu terjal di dasar air terjun. Tatapan kosongnya ternyata bukan tatapak kosong semata, namun tatapannya kembali kemasa lalu, masa indah bersama Erika.

Satu minggu berlalu sejak kejadian itu. Kini aku telah mengetahui siapa pria misterius yang berdiri di atas jembatan itu. Pria yang sempat membuatku terpesona. Pria yang membuatku sesaat dapat merasakan cinta. Pria beruntung mendapatkan cinta tulus dari seorang wanita bernama Erika. Pria itu bernama Randy.

Aku berdiri di dekat batu terjal dimana jasad Randy terjatuh. Bunga-bunga yang selama ini ku rawat, kupetik dan ku tabur di atas bebatuan itu. Aku begitu kagum dengan besarnya cinta Randy dan Erika. Aku hanya bisa berdo’a agar mereka berdua dapat kembali bertemu di kehidupan yang lain.

Designed by Animart Powered by Blogger